Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi dan Kebebasan Beragama

Kompas.com - 29/01/2010, 03:15 WIB

Berdasarkan pengamatan terhadap penanganan konflik yang melibatkan agama, polisi tampak dihadapkan pada tiga jenis keterbatasan dan inkompetensi.

Pertama, pengetahuan dan keterampilan Polri di bidang manajemen konflik agama masih terbatas. Sering kali polisi seperti tak memiliki pedoman atau prosedur yang tepat untuk melaksanakan tugas. Atau, prosedur yang ada sudah tak memadai lagi. Selain itu, polisi juga sering merasa tidak mendapat dukungan dari masyarakat agama: mereka tampak kikuk, tak percaya diri, dan ”takut melanggar HAM”.

Dalam kasus sengketa tempat ibadah, misalnya, polisi pernah dilaporkan membiarkan salah satu pihak menutup paksa tempat ibadah, tidak datang ke tempat kejadian, atau menyegel tempat ibadah karena tekanan atau intimidasi salah satu pihak. Dalam menangani konflik sektarian, Polri pernah bekerja sama dengan lembaga tertentu seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), tetapi tidak dengan lembaga lain seperti Komnas HAM. Keterbatasan aparat Polri tampak juga dalam kasus kekerasan antarumat di Maluku dan Poso, dalam konflik sektarian yang pernah dialami Gereja HKBP, kasus Ahmadiyah di Jawa Barat dan Lombok, atau tindakan main hakim sendiri yang dipertontonkan oleh laskar atau milisi berbasis agama di Jakarta dan Solo.

Polri memerlukan pengetahuan dan keterampilan di bidang manajemen konflik agama karena pemilahan sosial berdasarkan agama dan sekte sangat penting di dalam masyarakat kita. Kadang pemilahan berdasarkan garis agama tumpang tindih dengan garis pemilahan lain, seperti suku, kelas ekonomi, dan afiliasi politik. Ini menyebabkan konflik sektarian dan antaragama terkait dengan—atau merupakan cerminan dari—konflik etnis, kelas, dan politik.

Kedua, hubungan dan kerja sama timbal-balik antara tokoh agama dan polisi sering lemah atau tidak ada di tempat-tempat terjadinya konflik agama. Tokoh agama sering tidak menjalin hubungan dengan polisi, dan polisi sering tidak menjalankan fungsi kemitraan dengan masyarakat dan tokohnya. Polisi cenderung berperan sebagai penegak hukum atau aparat keamanan yang berusaha menanggulangi keadaan yang sudah telanjur rumit.

Sementara itu, ketika polisi sukses menjalankan tugas, seperti menangkap sejumlah pengikut Jemaah Islamiyah (JI) yang terlibat aksi terorisme, apresiasi publik terhadap capaian penegak hukum itu kurang. Ini mengisyaratkan dukungan dan kerja sama dari masyarakat memang kurang.

Sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap polisi dalam melaksanakan tugasnya, masyarakat sipil, khususnya organisasi keagamaan dan forum antariman, perlu melakukan pendekatan terhadap polisi supaya pemahaman polisi di bidang hubungan antaragama dan penanganan konflik antaragama meningkat dan memadai. Di pihak lain, kerja sama dan kemitraan yang partisipatif dan melembaga perlu dikembangkan Polri dengan masyarakat, baik dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri ataupun dalam rangka menyelesaikan masalah.

Ketiga, ada kelemahan dalam sistem tata kelola pemerintahan kita, khususnya di bidang kehidupan keagamaan. Salah satu kebijakan di bidang hubungan antarumat beragama, misalnya, adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006. Peraturan ini memuat pedoman pelaksanaan tugas pemerintah dalam memelihara kerukunan umat beragama, pembentukan forum kerukunan umat beragama, dan ketentuan mengenai pembangunan tempat ibadat. Namun, peraturan ini kontroversial dalam proses pembuatannya ataupun setelah penetapannya. Ada yang mempertanyakan relevansinya, mengkritik kandungannya, dan mencurigainya sebagai campur tangan negara yang berlebihan dalam hidup beragama.

Pijakan yang kukuh

Tentu saja selain dengan regulasi pemerintah ini, tata kelola di bidang agama juga harus dikaitkan dengan Undang-Undang Dasar dan ketaatan Indonesia terhadap prinsip dan norma internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi. Legislasi dan regulasi sebagai bagian dari tata kelola pemerintahan di bidang agama perlu ditinjau supaya Polri memiliki pijakan kukuh di bidang penanganan konflik dan kekerasan yang melibatkan agama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com