Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rokok, "Ngelem", Minuman, dan "Kecrekan" Beras

Kompas.com - 12/01/2010, 08:42 WIB

KOMPAS.com — Sembari menunggu giliran narik, Abe (30) mengeluarkan botol bekas minuman. Sepertiga botol plastik penyok itu berisi beras. Tepat saat Metromini 46 berhenti di depannya, Abe melompat naik dan mengamen.

Sekali ngamen, Abe yang sejak remaja hidup di jalanan itu sedikitnya mendapatkan Rp 2.000. Uang itu segera dibelanjakan kopi susu. Lain kali, seusai ngamen, Abe menyalurkan hobi merokoknya. Itulah Abe, seorang lelaki yang besar di jalan, menghabiskan hidup dengan ngamen dan narik. Saat ditemui di perempatan Utan Kayu, Jakarta Timur, ia menjelaskan, narik adalah istilah untuk pekerjaan sopir atau kenek bus.

Bagi Abe yang kini telah memiliki satu anak, kehidupan jalanan sudah telanjur melekat. Dia mudah ngobrol ngalor-ngidul diselingi kata-kata kasar. Dia bicara mulai dari pengalamannya ngamen di Yogyakarta, sulitnya mencari uang Rp 45.000 untuk biaya sekolah anaknya di TK, hingga kehidupan malam anak jalanan yang dekat dengan rokok dan minuman keras.

Kisah Abe hanyalah satu sisi kehidupan anak jalanan. Persaingan ketat untuk mendapatkan rupiah demi bertahan membuat kehidupan semakin keras.

Curi-mencuri adalah hal biasa. Leman (14), pengamen di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, enteng saja mencuri rokok kawannya. Kalau ketahuan? Ya, dia bakal kena pukul pemilik rokok.

Begitupun dengan palak-memalak di antara mereka. Anak baru atau bocah yang lebih kecil menjadi sasaran empuk demi sebatang rokok saja.

Uang merupakan daya tarik bagi anak jalanan. Setelah uang di tangan, mereka bisa melakukan apa pun yang mereka suka. Leman memakai sebagian uang untuk ngelem. Istilah bagi anak-anak yang membeli lem untuk diisap baunya hingga anak-anak itu merasa melayang.

”Biasanya, satu kaleng dipakai delapan anak. Beli lem juga patungan. Kalau sudah ngelem, tambah berani kalau disuruh apa-apa,” ucap Leman.

Emosi anak-anak jalanan juga mudah naik dengan alasan yang kadang kala tidak jelas. Aldi (14) pernah digebuki pengamen yang lebih tua hanya gara-gara dia dikira mencuri gitar pengamen lain.

Tidak hanya di antara sesama pengamen saja mereka harus berhati-hati, serbuan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) juga harus diwaspadai. ”Mungkin lima kali saya dimasukkan ke panti gara-gara ketangkep Satpol PP,” ucap Mamat (16), pengamen di Cawang, Jakarta Timur.

Obyek eksploitasi

Di panti sosial, kehidupan anak jalanan tidak selalu terjamin. Mamat ingat, seorang anak jalanan yang berusia lebih tua darinya sempat menyuruhnya membuka celana.

”Dia mau sodomi saya. Saya teriak sampai petugas panti datang menolong saya,” katanya.

Seorang kawan Mamat tidak berani berteriak. Jadilah ia korban pelampiasan nafsu anak jalanan yang lebih dewasa.

Umpatan juga menjadi bagian dari kehidupan anak jalanan. Entah meluapkan emosi atau sekadar bercanda.

”Dasar kurang ajar, binatang!” teriak Entong (8) yang beroperasi di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Makian itu disusul tawa lepas si bocah yang dibalas dengan makian juga oleh Santi. Santi adalah koordinator pengemis yang juga bos Entong.

Entong dibawa Santi mengemis sejak bocah itu berumur dua bulan. Bayi-bayi itu diupah Rp 5.000 per hari. Upah dibayarkan ke ibu mereka yang rata-rata juga menggelandang di jalanan atau ke orang-orang yang ”memiliki” bayi entah dengan cara apa.

Lain lagi cerita Siti Silvianti (15). Remaja asal Cikarang, Bekasi Utara, itu kabur dari rumah lantaran disiksa ibu tirinya. Polisi kemudian mengirim Siti ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta, agar remaja putri itu diobati dan dirawat.

”Ketika ditemukan polisi, anak itu lemas kelaparan,” kata Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Kabupaten Komisaris Besar Herri Wibowo.

Beruntung, Siti diselamatkan. Sebagian bocah yang telanjur terbuang ke jalanan tumbuh buta huruf dan tetap miskin meski setiap hari ratusan ribu mungkin mereka hasilkan dengan berbagai cara di jalanan.

Kehidupan anak jalanan jarang masuk dalam radar kepedulian kita. Padahal, hingga 2008, berdasarkan catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak, di DKI Jakarta saja ada 15.000 anak jalanan. Namun, hanya jika terjadi kasus besar, seperti mutilasi di Cakung, barulah pandangan orang mengarah kepada kehidupan anak jalanan.

Ketua Program Studi Doktor Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan, ”Akarnya adalah kemiskinan. Kalau sebuah keluarga cukup secara ekonomi, sekolah anak pasti diperhatikan. Namun, jika orangtuanya susah makan, tidak ada pekerjaan, pendidikan rendah, nasib anak jelas telantar. Nilai-nilai kebaikan ideal dalam keluarga tidak akan didapat anak-anak itu.”

Anak jalanan dengan perilaku negatif serta berbagai eksploitasi yang dialaminya, kata Hamdi, hanya dampak sistemik program pengentasan kemiskinan yang tak menyentuh akar persoalannya. (COK/ONG/ART/NEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com