Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saling Lempar Tanggung Jawab hingga "Catut Nama" Versi BI

Kompas.com - 06/01/2010, 12:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemeriksaan Pansus Hak Angket Pengusutan Kasus Bank Century DPR RI terhadap pejabat Bank Indonesia memasuki tahap keempat. Setelah pemeriksaan tanggal 22-23 Desember 2009 dan 4 Januari 2010 terhadap tujuh petinggi BI, Rabu (6/01/2010), Pansus memanggil lima orang penting BI lainnya, yaitu mantan Deputi Gubernur BI Maman H Somantri, mantan Direktur Pengawasan Rusli Simanjuntak, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Maulana Ibrahim, Deputi Gubernur BI Budi Mulya, dan mantan Direktur Pengawasan Bank Zainal Abidin.

Fokus pemeriksaan masih seputar merger dan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century. Pemeriksaan hari ini juga akan mengonfirmasi sejumlah kejanggalan yang diperoleh Pansus dari pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya.

Mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Gubernur Senior BI Anwar Nasution, mantan Deputi Gubernur Miranda Goeltom (sekarang Deputi Gubernur Senior BI), mantan Gubernur BI Boediono, mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya dan Aulia Pohan yang tergabung dalam Dewan Gubernur BI ketika menjabat mengindikasikan bahwa pihaknya sebagai pimpinan hanya menyetujui di tingkat akhir, mulai dari proses merger dan pemberian FPJP. Soal detail pemenuhan persyaratan merger dan FPJP, mereka seolah sepakat menyebutkan bahwa Direktur Pengawasan sebagai bawahan yang mengetahui hal tersebut dengan rinci.

Sikap lempar tanggung jawab ini dicatat rapi oleh Pansus sebagai pintu masuk untuk menemukan mata rantainya. Sementara itu, Burhanuddin dengan tegas mengatakan bahwa dia tak pernah memberi disposisi untuk merger Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac menjadi Bank Century. Oleh karena itu, Burhanuddin yang masih menjalani hukuman sebagai terdakwa kasus aliran dana YPPI ini membantah notulensi rapat di Juli 2004 yang menyebutnya setuju dengan merger.

Sementara itu, dari pemeriksaan terhadap mantan Direktur Pengawasan BI Sabar Anton Tarihoran kemarin, terungkap pula "insiden salah tulis" pada notulensi Rapat Dewan Gubernur Juli 2004. Sabar membantah telah mengarang notulensi. Menurutnya, hanya terjadi salah tulis dalam notulensi. Di situ tertulis "Gubernur BI", padahal seharusnya "Deputi Gubernur BI", yang mengarah pada nama Maulana Ibrahim. Sabar juga membantah bertanggung jawab soal pemberian izin merger dan mempersilakan konfirmasi dilakukan kepada Bidang Pengaturan, Perizinan, dan Informasi.

Wakil Ketua Pansus Gayus Lumbuun sebelumnya mengatakan saling lempar tanggung jawab. Alasan salah tulis ini pun menunjukkan kesemrawutan kinerja pimpinan BI saat ini, terutama dalam bidang pengawasan. "Ini menunjukkan, BI tidak prudence dalam check-recheck pengawasan," ujarnya. Pemeriksaan Pansus pagi ini, sekitar pukul 10.00, digelar secara panel dengan menghadirkan tiga pihak sekaligus, yaitu Rusli Simanjuntak, Maulana Ibrahim, dan Maman H Soemantri. Sore nanti, giliran Budi Mulya dan Zainal Abidin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com