Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Layanan Rumah Sakit Masih Berbelit-belit

Kompas.com - 28/12/2009, 10:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Sekalipun sudah ada Jaminan Kesehatan Masyarakat dan kartu keluarga miskin, ternyata pasien miskin masih menghadapi berbagai hal tidak menyenangkan ketika berhadapan dengan rumah sakit. Salah satunya adalah sistem administrasi yang masih berbelit-belit.

Rumitnya proses administrasi tersebut terungkap melalui survei Citizen Report Card (CRC) yang dilaksanakan Indonesia Corruption Watch selama November 2009. Survei tersebut mengambil sampel 738 pasien miskin. Mereka merupakan pasien rawat inap dan rawat jalan yang memegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), keluarga miskin (Gakin), dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di 23 rumah sakit yang ada di lima daerah yakni Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Dalam survei terungkap, pengurusan administrasi awal, misalnya, masih kurang baik dengan masih adanya calo, panjangnya antrean, dan rumitnya pengurusan administrasi. Pasien miskin menyatakan bahwa pengurusan administrasi rumah sakit masih rumit dan berbelit-belit (28,4 persen) serta dengan antrean yang panjang (46,9 persen). Rata-rata lama pengurusan administrasi satu pasien miskin adalah 1 jam 45 menit.

Peneliti korupsi kesehatan ICW, Ratna Kusumaningsih, Minggu (27/12) mengatakan, di beberapa daerah pasien menyatakan, kerumitan administrasi itu terutama terkait persyaratan yang dilengkapi.

"Tidak semua kota, tetapi masih ada rumah sakit di beberapa daerah yang mengharuskan adanya surat keterangan dari RT/RW, puskesmas, kelurahan, kecamatan, kabupaten, sampai ke dinas kesehatan. Padahal, mereka sudah menunjukkan kartu Jamkesmas atau Gakin. Rumah sakit tetap meminta dokumen-dokumen itu. Lebih repot lagi ketika sakitnya Sabtu atau Minggu saat kantor-kantor tutup. Pengurusan dokumen tidak bisa dilakukan," ujar Ratna.

Sebanyak 10,2 persen responden pasien miskin menyatakan, rumah sakit meminta uang muka sebagai persyaratan mendapatkan perawatan. Di samping itu, masih terdapat keluarga miskin yang ditolak rumah sakit (12 persen) dengan alasan tidak ada tempat tidur, peralatan tidak lengkap, kurang lengkap administrasi, tidak ada dokter spesialis, dan harus ada uang muka.

Dalam survei itu juga diketahui, pasien miskin masih mengeluhkan tidak ramahnya pelayanan di rumah sakit. Pasien rawat inap, misalnya, mengeluhkan rendahnya kunjungan dan disiplin dokter terhadap mereka.

Ratna mengatakan, ICW merekomendasikan agar rumah sakit meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien miskin, terutama meningkatkan kunjungan dokter, keramahan perawat, kecepatan pelayanan, serta peningkatan kualitas sarana dan prasarana rumah sakit.

Pihak rumah sakit juga harus menyampaikan informasi tentang hak-hak pasien, terutama terkait dengan standar pelayanan rumah sakit sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Pasal 29 ayat 1(a) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Badan Pengawas
ICW mengusulkan agar penyelenggara rumah sakit membuka mekanisme keluhan dan pengaduan keluarga pasien serta menindaklanjuti keluhan tersebut secara transparan dan bertanggung jawab.

Menteri Kesehatan diharapkan segera membentuk badan pengawas rumah sakit sebagaimana diatur dalam UU Rumah Sakit dan tegas mengambil tindakan administratif terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan yang buruk (INE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com