Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Alasan "Pembebasan" Chandra dan Bibit

Kompas.com - 30/11/2009, 17:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya, Senin (30/11) sore, Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Marwan Effendi mengumumkan "nasib" kasus dugaan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Intinya, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Kejaksaan Agung itu, Marwan memastikan bahwa kejaksaan akan mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) terhadap kedua kasus tersebut.

Lebih jauh, Kejaksaan Agung pun telah menyiapkan alasan-alasan terkait dengan penghentian penuntutan tersebut, yang terdiri dari alasan yuridis dan alasan sosiologis. "Alasan yuridisnya bahwa perbuatan kedua tersangka, baik Pak Chandra maupun Pak Bibit S Rianto, meskipun telah memenuhi rumusan delik yang disidangkan Pasal 12 (e) dan 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 4b, tetapi karena dipandang bahwa kedua tersangka tidak menyadari dampak yang ditimbulkan, dan dinilai sebagai hal wajar dalam tugas dan kewajibannya, dan sudah dilakukan oleh para pendahulunya, maka dapat diterapkan Pasal 50 KUHP," kata Marwan.

Adapun Pasal 50 KUHP menentukan "Orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak boleh dipidana."

Sementara itu, alasan sosiologisnya terbagi dalam tiga hal, yakni ada suasana kebatinan yang membuat perbuatan tersebut tak layak diajukan ke pengadilan karena lebih banyak mudarat dari pada manfaat. "Alasan lainnya, untuk menjaga keterpaduan atau harmonisasi lembaga penegak hukum, polisi, kejaksaan, dan KPK dalam menjalankan tugasnya," kata Marwan.

Selain itu, masyarakat memandang perbuatan kedua tersangka tidak layak dipertanggungjawabkan kepada keduanya. "Sebab, perbuatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang dalam pemberantasan korupsi yang memerlukan terobosan-terobosan hukum," papar Marwan.

Pada Selasa (1/12), dia melanjutkan, jaksa penuntut umum akan mengirimkan pendapat hukumnya yang tertuang di dalam berita acara pendapat kepada Kajari Jakarta Selatan. Selanjutnya, Kajari Jakarta Selatan akan meneruskan usul itu untuk meminta persetujuan Kajati DKI Jakarta tentang penerbitan SKPP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

Nasional
Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com