Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden: Solusi Terbaik Tidak Dibawa ke Pengadilan

Kompas.com - 23/11/2009, 20:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan untuk tidak mencampuri proses penegakan hukum tentang kasus Chandra Marta Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Namun, Presiden meminta agar tiga lembaga penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terus berbenah diri dalam menyelesaikan perkara.

Hal tersebut disampaikan oleh Presiden SBY dalam pidato tanggapan terhadap rekomendasi Tim Delapan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/11). Tanggapan terhadap kasus kriminalisasi Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto diungkapkan setelah Presiden memberikan pernyataan soal kasus Bank Century.

Terhadap tiga opsi yang diberikan Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atas Kasus Chandra-Bibit atau Tim Delapan yang meminta agar kasus hukum terhadap keduanya dihentikan, Presiden menyampaikan bahwa hal itu bukan kewenangannya. Kewenangan untuk menghentikan penyelidikan, penuntutan, ataupun penyampingan perkara, menurutnya, ada di tangan kepolisian, kejaksaan, dan KPK.

Namun, menurut Presiden yang lebih baik adalah tidak membawa kasus tersebut ke pengadilan. "Solusi dan opsi lain yang lebih baik yang dapat ditempuh adalah pihak kepolisian dan kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan azas keadilan," ujar Presiden.

"Solusi seperti ini saya nilai lebih banyak manfaatnya dibanding mudharatnya. Tentu saja cara yang ditempuh tetaplah mengacu kepada ketentuan perundang-undangan dan tatanan hukum yang berlaku," tambahnya.

"Saya tidak boleh dan tidak akan memasuki wilayah ini karena penghentian penyelidikan ada di wilayah lembaga penyidik atau Polri. Penghentian tuntutan merupakan kewenangan lembaga penuntut atau kejaksaan serta penyampingan perkara melalui pelaksanaan asas oportunitas merupakan kewenangan Jaksa Agung," kata SBY.

Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, Presiden SBY mengharapkan agar ketiga lembaga hukum yang terlibat untuk membenahi institusi mereka masing-masing.

"Sesuai dengan kewenangan saya, saya menginstruksikan kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk melakukan penertiban, pembenahan, dan perbaikan di institusinya masing-masing berkaitan dengan kasus ini. Demikian pula saya sungguh berharap KPK juga melaksanakan hal yang sama di institusinya," tambahnya.

Dalam rekomendasinya, Tim Delapan meminta kasus yang menjerat KPK dihentikan karena kurang cukup bukti. Tim Delapan menyarankan adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh kepolisian atau Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) oleh kejaksaan, atau deponeering oleh Jaksa Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com