JAKARTA, KOMPAS.com — Desakan kepada Presiden untuk mencopot Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, dan Kabareskrim Komjen Susno Duadji kembali didengungkan pasca-penyerahan rekomendasi Tim Delapan kepada Presiden. Ketiganya dinilai pantas dicopot dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka sebagai pejabat negara.
"Kedua pucuk pimpinan institusi ini harus bertanggung jawab atas tragedi hukum ini. Tidak ada alasan untuk mempertahankan mereka," tutur Yudi Koto dari Transparency International Indonesia (TII) dalam keterangan pers Koalisi Masyarakat Darurat Keadilan di kantor Indonesian Corruption Watch (ICW), Kamis (19/11).
Sementara itu, menurutnya, pencopotan Susno harus segera dilakukan karena Susno diduga kuat terlibat dalam kasus suap pencairan dana Bank Century yang tegah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koalisi bahkan sepakat dengan Tim Delapan yang tidak memercayai pernyataan Susno bahwa dirinya melakukan kontra-intelijen terhadap tindakan KPK dalam rekaman percakapannya dengan pengacara Budi Sampoerna, Lucas.
"Tidak ada alasan pula untuk tetap mempertahankan Susno," tandasnya. Selain itu, para penyidik polisi yang berhubungan dengan Anggodo Widjojo harus pula diberi sanksi. Sementara itu, mantan Jamintel Wisnu Subroto dan mantan Wakil Jaksa Agung AH Ritonga harus segera diperiksa.
Presiden jangan jilat ludah sendiri
Koordinator ICW Danang widoyoko menegaskan bahwa tak ada yang salah dalam rekomendasi Tim Delapan karena keseluruhannya berada dalam kultur hukum yang dibuat oleh yang mayoritas berlatar belakang ilmu hukum.
"Sangat berbahaya kalau Presiden membentuk tim, tapi tidak melanjutkan atau meluruskan rekomendasi tim yang dibentuknya sendiri. Ya kita tidak percaya seorang SBY ada di posisi itu, kita tidak bisa menerima kalau SBY sebagai Presiden menjilat ludahnya sendiri," ujarnya.
"Kalau dalam level plintat-plintut masih oke, tapi kalau dalam level tidak melaksanakan, menurut saya apakah Presiden masih layak? Kalau rekomendasi tidak dilaksanakan, apakah masih perlu di istana?" tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.