Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasa Keadilan antara Prita, Anggodo, Djoko Tjandra, dan Sopir Angkot

Kompas.com - 19/11/2009, 11:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri ditanyakan mengenai rasa keadilan. Pertanyaan itu dilayangkan anggota Komisi III asal Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat, Kamis (19/11), dalam rapat gabungan di Gedung DPR, Jakarta.

Martin memulakan pertanyaannya dengan mengambil contoh antara Prita dan Anggodo. Apa hubungannya? Ia mengungkapkan, Prita, seorang pasien rumah sakit yang telah membayar jasa layanan yang diterimanya, harus berhadapan dengan proses hukum hingga ke pengadilan. Tuduhan yang dilayangkan kepada Prita karena diduga mencemarkan nama baik rumah sakit melalui e-mail keluhan yang dibuatnya.

"Sedangkan Anggodo, begitu enaknya menyebut nama pemimpin negara kita kok belum diusut apa-apa. Ini rasa keadilan, Pak Kapolri. Meskipun, kita harus melihatnya dengan pendekatan hukum," kata Martin.

Anggodo adalah adik tersangka kasus SKRT Departemen Kehutanan, Anggoro Widjojo, buron KPK. Anggodo, dalam sadapan KPK, melakukan hubungan telepon dengan pejabat kepolisian dan kejaksaan, terkait kasus yang menjerat Anggoro.

Sebelumnya, Harry Wicaksono, anggota Komisi III asal Fraksi Demokrat, juga mempertanyakan aksi oknum polisi yang menembak seorang sopir angkot 102 di Limo, Depok, karena diduga berjudi. Subagyo, sang sopir angkot itu, akhirnya meregang nyawa saat dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, kemarin.

"Tapi buronan seperti Djoko Tjandra (terpidana kasus cessie Bank Bali, buron Kejaksaan Agung), yang kabur ke luar negeri, malah dibiarkan. Mohon ini diperhatikan, jangan sampai oknum polisi gampang melakukan tembak langsung," ujar Harry yang berasal dari daerah pemilihan Depok.

Tanggung jawab

Martin Hutabarat sebelumnya juga sempat mengutarakan kelanjutan kasus Bibit-Chandra yang sudah menarik perhatian publik. Menurut dia, apa pun rekomendasi yang diberikan Tim Delapan, keputusannya ada di tangan Presiden. Namun, ia meminta agar pihak kepolisian juga memerhatikan rasa keadilan masyarakat.

"Kalau Presiden memutuskan supaya rekomendasi Tim Delapan soal perkara ini dihentikan, bapak-bapak ini bisa terima asal sesuai dengan koridor hukum. Tapi kalau Presiden bilang mempersilakan sesuai proses hukum, baik juga. Karena masyarakat kita diberikan pendidikan kesadaran hukum," ujar Martin.

Namun, keyakinan Polri akan bukti kuat yang dimilikinya harus bisa dipertanggungjawabkan. Dalam beberapa kesempatan, Kapolri meyakinkan bahwa pihaknya memiliki bukti kuat yang menjerat dua pimpinan KPK tersebut sesuai yang disangkakan.

"Kalau memang ada bukti kuat, biar diproses di persidangan yang obyektif. Dan kita mengawal semua. Tapi, kalau hasilnya (putusan) bebas, rakyat akan bertanya, siapa yang tanggung jawab? Apakah ada yang berani tanggung jawab, baik dari Polri atau Kejaksaan untuk mundur dari jabatannya? Kita harus punya rasa kesadaran hukum, tapi juga harus punya tanggung jawab," kata Martin.

Pertanyaan-pertanyaan ini belum dijawab hingga berita ini diturunkan. Jawaban baru akan disampaikan Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK setelah seluruh anggota komisi selesai mengajukan pertanyaannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com