Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Kronologi Kasus Penyidikan Kasus Chandra dan Bibit

Kompas.com - 30/10/2009, 20:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri membantah kepolisian telah melakukan rekayasa dalam penyidikan pimpinan KPK nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit S Riyanto, seperti dalam pemberitaan. Ia menegaskan akan menindak jika ada anggotanya yang melakukan pelanggaran dalam penyidikan.

"Tidak benar kita lakukan rekayasa, kriminalisasi. Saya akan tindak apa pun jabatannya, jika merekayasa penyidikan," tegas dia saat jumpa pers di Mabes Polri Jakarta, Jumat (30/10).

Dalam kesempatan itu, Kapolri menjelaskan proses penyelidikan dan penyidikan pimpinan KPK nonaktif itu. Penjelasan itu atas perintah Presiden agar Kapolri memberikan penjelasan secara gamblang kepada publik mengenai kasus itu.

Kapolri menjelaskan, kasus bermula saat Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK pada 16 mei 2009. Saat itu Antasari sedang ditahan atas kasus dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.

Karena testimoni tidak ditindaklanjuti polisi, Antasari lalu membuat laporan resmi pada 6 Juli 2009 mengenai dugaan suap itu di Polda Metro Jaya. Laporan itu kemudian dilimpahkan ke Mabes Polri, lalu dilanjutkan ke penyelidikan dan penyidikan.

Dalam proses lidik dan sidik, kata Kapolri, pada 7 Agustus 2009 diperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh dua tersangka yang melanggar Pasal 21 Ayat 5 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Saat penyidikan, ditemukan keputusan pencekalan dan pencabutan pencekalan yang dilakukan oleh kedua tersangka tidak secara kolektif. Pencekalan terhadap Anggoro Widjojo dilakukan oleh Chandra Hamzah, pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Bibit S Riyanto, serta pencabutan pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Chandra Hamzah.

Kemudian, dari hasil penyidikan kasus pencekalan terhadap Anggoro ditemukan adanya aliran dana. Temuan itu kemudian dituangkan dalam laporan polisi pada 25 Agustus 2009.

Dalam kasus dugaan pemerasan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan alat bukti lain. Sedangkan sangkaan penyalahgunaan wewenang, penyidik telah memeriksa sebanyak 22 saksi serta saksi ahli dan ditemukan beberapa dokumen. Pasal yang disangkakan adalah Pasal 23 UU No 31 Tahun 1999 Jo Pasal 421.

Dari alat bukti, keterangan saksi, dan saksi ahli didapat empat alat bukti. Lalu pada tanggal 15 September 2009 pukul 23.20, dua pimpinan KPK nonaktif itu ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. Pada 2 Oktober 2009, berkas perkara Chandra Hamzah dikirimkan ke Kejaksaan dan berkas Bibit S Riyanto dikirimkan pada 9 Oktober.

Kemudian, penyidik melakukan penahanan pada 29 Oktober 2009 karena kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.

"Mereka menggiring opini adanya rekayasa penyidikan yang merujuk pada transkrip rekaman. Dengan demikian, karena sudah ganggu penyidikan kita lakukan penahanan," paparnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com