Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri-KPK Seteru, Para Koruptor Tertawa

Kompas.com - 30/10/2009, 16:08 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menilai para koruptor telah diuntungkan dalam kasus perseteruan polisi dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Koruptor yang diumpamakan oleh Pukat sebagai tikus kini tertawa melihat para penegak hukum itu tak lagi rukun.

Dalam jumpa pers Jumat (30/10) sore, Pukat juga berpendapat bahwa penahanan dua Wakil Ketua KPK (nonaktif), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, tidak masuk akal dan melemahkan Polri sebagai institusi.

"Apa yang dilakukan polisi telah memperkuat ketidakpercayaan publik, bukannya membangun kepercayaan," ujar Zainal Arifin Muchtar, Direktur Pukat FH UGM, kepada pers di Yogyakarta, Jumat.

Menurut Zainal, penahanan Bibit dan Chandra laksana pertunjukan komedi tak lucu yang dipertontonkan ke publik. Polisi dianggap menyalahgunakan wewenang, mengingat syarat subyektif penahanan sebagaimana Pasal 21 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak terpenuhi.

Pasal 21 Ayat (1) mengatur penahanan tersangka atau terdakwa dilakukan lantaran kekhawatiran yang bersangkutan melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi tindak pidana lagi.

Ketiga kekhawatiran itu tidak tampak pada diri Bibit dan Chandra. Bagaimana mungkin jika orang yang sudah nonaktif dari jabatannya dapat menghilangkan barang bukti? Secara logika, hal itu tidak mungkin terjadi.

"Apalagi, jika penahanan itu dikarenakan keduanya sering melakukan konferensi pers sehingga dapat menggiring opini publik, ini lucu," ujar Hifdzil Alim, staf peneliti Pukat.

Yang mendesak saat ini, menurut Pukat, polisi harus mengungkap siapa saja yang berada di dalam rekaman yang menghebohkan tersebut. Karena rekaman itu menjadi sumber utama untuk mengetahui siapa saja yang terlibat di dalamnya. Pukat sendiri memperkirakan isi rekaman itu jauh lebih dahsyat dibanding transkrip yang dimuat media massa beberapa hari terakhir.

Di sisi lain, Presiden diharapkan tidak diam saja. Meski Presiden tidak bisa mencampuri proses hukum, setidaknya dia bisa masuk untuk meningkatkan profesionalitas para penegak hukum yang tengah bekerja.

Denny sebaiknya mundur

Direktur Indonesia Court Monitoring (ICM)—sebuah lembaga swadaya masyarakat pemantau peradilan, yang juga hadir dalam jumpa pers—meminta Denny Indrayana mundur dari jabatan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum karena situasi yang ada saat ini dipandang sudah sulit untuk merealisasikan pemberantasan korupsi. Sebelum menjadi staf Presiden, Denny merupakan Direktur ICM dan saat ini masih berada di Dewan Etik ICM.

"Kami mengimbau pada kawan seperjuangan kami untuk mundur dan selanjutnya bersama masyarakat dan KPK memperkuat barisan. Penahanan Bibit dan Chandra merupakan pembunuhan politik terhadap KPK yang merupakan simbol pemberantasan korupsi," ujar Wahyu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com