Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemacetan dan Denda Eksternalitas...

Kompas.com - 24/09/2009, 10:30 WIB

Di Inggris, tulis Harford, setiap tahun pengemudi membayar pajak senilai 20 miliar poundsterling untuk kendaraan dan bahan bakar.

Pertanyaan besarnya, bukan apakah mereka telah membayar dengan memadai, melainkan apakah mereka telah membayar sesuatu yang benar?

Masalahnya, pengemudi selalu merasa benar karena telah membayar pajak secara tunai untuk satu tahun. Jadi, selalu harus dicari metode lain sehingga pengemudi jera atau minimal membatasi penggunaan kendaraan pribadi.

Lalu bagaimana metodenya? Bisa dengan menerapkan denda eksternalitas. Andai Jakarta berhasil menerapkan electronic road pricing (ERP) di Jalan Thamrin, pengemudi tidak hanya membayar pajak tahunan, tetapi juga biaya ERP setiap kali melintas jalan itu.

Denda eksternalitas juga seharusnya dapat diatur untuk memajaki pengemudi setiap kali mendahului sepeda, sebab merugikan kesehatan penggowes. Bisa jadi, ada tambahan denda setiap kali mobil dijalankan karena mesin lupa direparasi sehingga asapnya mencemari lingkungan.

Teknologinya sudah ada, mulai dari sensor yang terkoneksi dengan global positioning system (penentu lokasi) hingga alat pendeteksi emisi. Tinggal maukah kita menerapkannya?

Mungkin denda eksternalitas, diartikan ”perampokan” dari kantong-kantong rakyat. Padahal, bukan mustahil denda eksternalitas yang membuat jera pengemudi dapat meningkatkan produk domestik bruto.

Mengapa? Karena produksi lebih tinggi akibat pekerja tiba tepat waktu di tempat kerja, atau harga barang lebih murah karena logistik lebih efisien.

Harus diakui, pemerintah lamban membangun angkutan massal sehingga tampaknya masyarakat akan dengan mudah menolak denda eksternalitas.

Persoalannya, di tengah kemacetan yang menggila, harus ada terobosan, seperti denda eksternalitas. Masyarakat juga harus mendukung transportasi alternatif seperti sepeda. Bila tidak, silakan merasakan kemacetan total yang akan melumpuhkan perekonomian. (HARYO DAMARDONO)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com