Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harry A Poeze Temukan Detail Keberadaan Tan Malaka

Kompas.com - 25/08/2009, 20:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejarawan dari Universitas Leiden, Belanda, Harry A Poeze, Selasa (25/8) di Jakarta, meluncurkan buku Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia, Jilid 2 (Penerbit Yayasan Obor Indonesia). Keberadaan Tan Malaka tidak saja dipaparkan detail melalui tulisan di buku tersebut, tetapi Harry juga menayangkan sejumlah dokumen penting berupa foto-foto dan film.

Pada foto-foto rapat raksasa di Lapangan Ikada (sekarang lapangan Monas), Jakarta, 19 September 1945, misalnya, Harry dengan jelimet menemukan seseorang yang memakai helm dekat Bung Karno ketika berpidato. Bahkan pada salah satu foto, Soekarno dan orang itu berjalan berdampingan. Setelah membandingkan berbagai foto itu, Harry berkesimpulan bahwa lelaki berhelm itu adalah Tan Malaka. "Lelaki itu lebih pendek dari Soekarno dan ukurannya di foto ternyata cocok karena tinggi Soekarno adalah 1,72 meter dan Tan Malaka 1,65 meter," katanya.

Harry Poeze dalam penelitiannya, seperti diungkap pada buku Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia, Jilid 1, juga menemukan lokasi tewasnya Tan Malaka di Jawa Timur. Lokasi tempat Tan Malaka disergap dan kemudian ditembak adalah Dusun Tunggul, Desa Selopanggung, di kaki Gunung Wilis. Penembakan itu dilakukan oleh Suradi Tekebek atas perintah Letnan Dua Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya. Pada masa selanjutnya, Soekotjo pernah menjadi Wali Kota Surabaya dan terakhir berpangkat brigjen, meninggal tahun 1980-an.

"Saya melakukan riset sejak mahasiswa, tahun 70-an, ketika menyusun skripsi di jurusan sejarah. Waktu itu saya tertarik sejarah Indonesia, khususnya perlawanan pergerakan melawan Belanda dan perjuangan revolusi. Saya membaca nama Tan Malaka sering disebut-sebut. Saya menulis buku guna menekankan peran Tan Malaka dalam konstelasi politik Indonesia," katanya.

Sejarawan dari Universitas Indonesia Taufik Abdullah mengatakan, Tan Malaka adalah tokoh pemikir bangsa yang dilupakan. Riwayat hidupnya tidak ditulis. Oleh Harry, keberadaan Tan Malaka ditulis dengan detail. Banyak yang menarik ditulis Harry dalam bukunya, yang tidak ada di buku-buku lain. Misalnya, pengikut Tan Malaka tidak hanya Masyumi, PNI, tetapi juga tentara. "Ada juga semacam bonus, penjelasan apa sebabnya Rustam Effendi, yang selama ini dikenal sebagai penyair, kembali ke Indonesia. Bagaimana peran Tan Malaka di belakang layar," katanya.

Menurut Taufik, antiklimaks dari buku Harry adalah ditangkapnya Tan Malaka untuk kedua kalinya. Yang menangkap kementerian dalam negeri dan menteri pertahanan. Juga ada keterangan lebih jelas tentang Jenderal Sudirman yang kelihatan pro Tan Malaka. Bukan soal pribadi, melainkan perjuangannya.

Buku Tan Malaka yang ditulis Harry adalah buku yang sangat berharga, tetapi memang melelahkan karena dipaparkan sangat detail. "Kalau waktu sangat terbatas, jangan baca. Karena ini detail. Lagi pula, tak ada akhirnya. Ibarat cerita sinetron, akan bersambung," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nasional
PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Nasional
Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Nasional
Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Nasional
Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Nasional
Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

Nasional
Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Nasional
Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Nasional
KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

Nasional
Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com