JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kepolisian Republik Indonesia bertemu dengan seluruh pimpinan redaksi media elektronik (televisi) Indonesia dan Komisi Penyiaran Indonesia.
KPI menilai penyiaran tentang peristiwa penyergapan di Temanggung tidak memberikan pencerahan kepada masyarakat. Tayangan di televisi melewati batasan yang diatur dalam Undang-Undang penyiaran terkait tayangan yang bersifat kekerasan.
KPI meminta agar media televisi menjaga pemberitaannya agar tidak mengganggu penyidikan yang dilakukan oleh Polri.
"Satu persoalan yang bisa merugikan kita semua dalam pemberitaan yang dilakukan, itu dipandang tidak menguntungkan,memerangi dan menangkap pelaku. Dugaan-dugaan, asumsi-asumsi yang tidak benar akan membingungkan rakyat memberi kesempatan teroris menjalankan aksinya. Tujuan penyiaran bukan mendramatisir tapi supaya memberikan pencerahan bahwa ini bahaya," ujar Ketua KPI Zsa Zsa Djuarsa, kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (11/8).
Oleh karena itu, Polri dan KPI mengingatkan media tentang kode etik penyiaran yang tercantum pada pasal 30 dan 31 Undang-Undang Penyiaran.
Ada sembilan butir dalam pasal 30 yang yang mengatur penyiaran sesuatu yang berbau kekerasan televisi, yaitu:
a. Adegan kekerasan tidak boleh di sajikan secara eksplisit, berlebihan, dan vulgar.
b. Korban luka-luka yang diderita korban kekerasan dan kecelakaan tidak boleh disorot secara dari dekat (close up, medium close up, dan extrim close up).
c. Gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh di sorot close up, medium close up, dan extrim close up.
d. Gambar korban kekerasan tingkat berat serta potongan organ tubuh korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan dan bencana harus di samarkan.