JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil survei sejumlah lembaga survei yang semakin sering dipublikasikan menjelang pelaksanaan pemilu presiden, 8 Juli, semakin sering dikritisi, terutama mengenai independensi lembaga yang melakukan survei.
Ketua Pedoman Indonesia Fadjrul Rakhman mengatakan, lembaga survei sah-sah saja mengaku independen. Namun, ia meragukan jika pertanyaan yang diajukan kepada responden juga independen.
"Memang bisa saja lembaga survei mengatakan tidak dibiayai, independen dalam melakukan survei. Namun, tidak berarti independen dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan," kata Fadjrul saat mengkritisi hasil survei Indonesia Development Monitoring (IDM) di Jakarta, Senin (22/6).
Hasil survei IDM menunjukkan, pasangan Mega-Prabowo dengan perolehan angka 44,13 persen mengungguli pasangan SBY-Boediono (30,43 persen) dan JK-Wiranto (13,2 persen).
Sebagai gambaran, pertanyaan yang diajukan di antaranya untuk bidang hukum seputar pemberantasan korupsi yang cukup signifikan, dari sektor keamanan tentang masalah Indonesia-Malaysia seputar Ambalat, serta dari sisi ekonomi naiknya harga BBM dan tingkat suku bunga.
"Saya terkaget-kaget melihat daftar pertanyaannya karena jawaban atas pertanyaan ini mengarahkan pada pasangan nomor satu (Mega-Prabowo)," ujarnya. Ia mengusulkan agar pertanyaan yang sama diuji oleh lembaga lain untuk melihat kesahihan hasil.
Kendati demikian, Fadjrul mengapresiasi keterbukaan IDM menyampaikan daftar pertanyaan yang diajukan kepada publik. "Jarang lembaga survei mau membuka pertanyaannnya," kata Fadjrul yang pernah mencalonkan diri sebagai capres independen ini.
Menanggapi kritik ini, Direktur IDM Dwi Mardianto menyatakan, pertanyaan yang diajukan sama sekali tidak mengarahkan responden. "Sesuai dengan kondisi saat ini," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.