JAKARTA, KOMPAS.com — Tidak dimungkiri sudah begitu banyak kecelakaan yang dialami militer kita. Terakhir adalah kasus jatuhnya helikopter jenis Bolkow 105 milik TNI AD di Pagelaran, Jawa Barat, kemarin (8/6), yang menewaskan 3 perwira.
"Saya setuju saja dengan isu yang muncul kalau kecelakaan itu karena anggaran pertahanan yang lemah," kata pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jaleswari Pramowardhani, saat Diskusi Jurnalis Anggaran Pertahanan dan Kedaulatan NKRI di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa isu lain yang kerap dijadikan kambing hitam persoalan kecelakaan yang dialami TNI sehingga menewaskan banyak prajurit dan perwira adalah gaji prajurit yang masih rendah dan alat utama sistem senjata (alutsista) yang rapuh. "Namun persoalannya, apakah nanti jika anggaran sudah naik pesawat-pesawat kita tidak jatuh lagi?" ungkap Dhani, panggilan akrabnya.
Kemudian ia menunjukkan bahwa sejak tahun 2000 sampai 2008 anggaran pertahanan terus meningkat. Mulai dari Rp 9 triliun pada tahun 2000 hingga mencapai Rp 33,7 triliun (2008). "Coba lihat, pesawat kita masih kerap jatuh kan," katanya.
Untuk itu, ia menambahkan, saat ini yang diperlukan adalah reformasi pertahanan. Menurut Dhani, seharusnya presiden bersama menteri pertahanan menyusun rencana besar (grand design) pertahanan. "Mereka harus didefinisikan bagaimana wajah TNI. Kita mau berbasis pada darat, laut, atau udara. Harus jelas dulu. Lalu, juga perlu tetapkan strategi pertahanan kita mau seperti apa? Ancaman kita itu apa, didefinisikan," jelasnya.
Yang terjadi saat ini, katanya, anggaran pertahanan kita tidak efektif karena grand design-nya belum ada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.