Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Lambat, ICW Segera Keluarkan Perppu Tipikor

Kompas.com - 08/02/2009, 15:59 WIB

JAKARTA, MINGGU - Indonesia Corruption Watch segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) versi masyarakat, terkait lambatnya pembahasan rancangan undang-undang pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) yang saat ini berada di tangan DPR.

Rencananya, perppu versi masyarakat ini akan diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum pemilihan umum legislatif sebagai pembanding perppu Presiden dan bentuk partisipasi aktif masyarakat. "Jangan sampai perppu (presiden) cuma adopsi dari RUU Pengadilan Tipikor," ujar Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Juntho pada jumpa pers, Minggu (8/2) di Kantor ICW, Jakarta.

Sementaaa itu, peneliti hukum ICW Febri Diansyah menyatakan, secara substansi, ICW cenderung setuju pada pembentukan pengadilan tipikor hanya di lima region, yang mewakili masing-masing wilayah di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Febri khawatir, jika pengadilan tipikor terdapat di semua kabupaten/kota, hal ini menjadi tidak efektif.

Sebelumnya, staf ahli bidang hukum kepresidenan Denny Indrayana mengatakan, ada kemungkinan Presiden SBY mengeluarkan perppu yang dapat memberikan dasar hukum bagi keberadaan pengadilan tipikor jika pembahasan RUU Pengadilan Tipikor tidak selesai hingga waktu yang ditargetkan Mahkamah Konstitusi, yakni 19 Desember 2009.

Sampai saat ini, pembahasan RUU Pengadilan Tipikor sendiri baru mencapai tahap rapat dengar pendapat umum (RDPU), yang melibatkan sejumlah ahli dan pihak-pihak terkait. Padahal, masa sidang DPR akan segera berakhir paling lambat 6 Maret 2009.

Setelah itu, para anggota Dewan akan disibukkan dengan pemilu legislatif dan presiden 2009. Dengan demikian, mengingat proses pembahasan saat ini baru mencapai tahap RDPU, penerbitan perppu oleh Presiden SBY menjadi harga mati. Dikhawatirkan, jika perppu tersebut tidak segera diterbitkan, maka penanganan korupsi kembali ke pengadilan umum, yang tidak terbukti memiliki prestasi dalam menangani kasus korupsi.

Sepanjang tahun 2005-2008 misalnya, dari total 1421 terdakwa korupsi yang diseret ke pengadilan umum, lebih dari 600 di antaranya dibebaskan. Khusus di tahun 2008, data ICW melansir bahwa 277 dari 444 terdakwa korupsi, atau sekitar 62,38 persen, telah divonis bebas.

Sementara itu, 167 terdakwa yang dijatuhi hukuman, hanya 1,34 persen saja yang diganjar hukuman lebih 5 tahun penjara."Pada tahun 2008, pengadilan umum menjelma menjadi kuburan bagi pemberantasan korupsi," ujar Emerson baru-baru ini.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK M Jasin sendiri berharap agar pengadilan tipikor harus tetap ada karena keberadaannya selama ini terbukti efektif dalam pengusutan perkara korupsi. Maka itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa harapan suksesnya upaya pemberantasan korupsi tergantung pada pengadilan korupsi, yang nasibnya kini sedang berada di ujung tanduk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari Ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari Ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com