JAKARTA, MINGGU- Peneliti senior CSIS sekaligus pengamat politik J Kristiadi menilai lontaran isu gerakan ”Asal bukan calon presiden berinisial S” oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terutama di kalangan petinggi TNI Angkatan Darat, boleh jadi bertujuan untuk menciptakan Presiden Yudhoyono tengah di-zalimi secara beramai-ramai.
Cara pencitraan serupa dinilai efektif dan berhasil menaikkan simpati bagi Yudhoyono sehingga terpilih pada pemilihan presiden tahun 2004 lalu. Namun begitu sayangnya, tambah Kristiadi, dalam konteks sekarang yang justru dianggap telah dizalimi bukannya Yudhoyono melainkan TNI.
”Bagi tentara, kalau sampai panglima tertingginya meragukan anak buahnya sendiri, hal itu sangat lah menyakitkan,” ujar Kristiadi.
Hal itu disampaikan Kristiadi, Minggu (1/2), usai berbicara dalam Serasehan Kebangsaan Asosiasi Alumni Yesuit Indonesia di Kolose Kanisius, Jakarta, bertema ”Meneguhkan Kembali Keindonesiaan dalam Politik dan Pemilu 2009”.
Pembicara lain, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Franz Magnis-Suseno dan Wakil Pemimpin Redaksi Kompas, Trias Kuncahyono.
Kristiadi menyayangkan Presiden Yudhoyono menyampaikan suatu hal yang dia sendiri tidak yakin kebenarannya. Padahal sebagai panglima angkatan bersenjata tertinggi, Yudhoyono sebagai presiden bisa saja langsung memanggil siapa pun yang dia curigai untuk kemudian diproses lebih lanjut.
Manuver politik Presiden Yudhoyono seperti itu dapat membuat TNI merasa tidak dipercaya atau malah merasa ”dijual” untuk mencari popularitas menjelang pemilihan umum (pemilu) 2009. Jika benar seperti itu, Presiden Yudhoyono sebetulnya malah dirugikan karena pernyataannya berdampak memecah belah anak buahnya sendiri.
”Rasa kekhawatiran itu terlalu berlebihan sehingga bisa diterjemahkan macam-macam seperti Presiden Yudhoyono mau menyatakan dirinya akan dizalimi. Apa pun perdebatan yang muncul kemudian, dia akan selalu diuntungkan karena orang setidaknya ingat lagi apa yang terjadi dan dialami Yudhoyono di masa lalu,” ujar Kristiadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.