Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Poros Tengah Jadi Alternatif

Kompas.com - 19/01/2009, 00:00 WIB

Jakarta, Kompas - Ide koalisi partai politik berbasis Islam atau poros tengah merupakan salah satu cara untuk mencairkan dikotomi partai Islam dan nasionalis. Poros tengah jilid II ini harus dimaknai baru, berbeda dengan poros tengah yang pernah digagas Ketua Umum Partai Amanat Nasional Amien Rais pada tahun 1999 silam.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyampaikan hal tersebut seusai menjadi narasumber diskusi ”Poros Tengah Jilid II” di kawasan Pakubowono, Jakarta, Sabtu (17/1).

Dalam diskusi, hadir juga peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego, Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah, dan Bondan Gunawan, mantan Sekretaris Negara/Sekretaris Pengendalian Pemerintah.

Menurut Indria, untuk jangka panjang, poros tengah memiliki nilai positif. ”Apabila dikaitkan dengan Pemilu 2009, sebenarnya poros tengah jilid II ini dapat menjadi alternatif meramaikan Pemilu Presiden 2009,” katanya.

Dengan tingginya syarat perolehan suara partai untuk mencalonkan presidennya pada Pemilu 2009—yakni 20 persen—kesempatan besar ada di tangan presiden saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut perhitungan Indria, Yudhoyono yang didukung Partai Demokrat dan Golkar dapat dengan mudah mencalonkan diri.

Calon lain yang juga punya kesempatan untuk maju adalah Megawati Soekarnoputri, dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. ”Poros tengah dapat jadi embrio partai-partai berkoalisi untuk mencalonkan presiden sehingga ada alternatif. Kalau tidak ada koalisi ini, Yudhoyono akan melenggang sendirian dalam Pemilu Presiden 2009,” ujar Indria.

Menurut Indria, kristalisasi konstelasi politik mengarah pada pencalonan presiden.

Din menyampaikan, partai politik berbasis Islam sebaiknya jangan berjalan sendiri-sendiri. Idealnya, jumlahnya tidak banyak sehingga koordinasi dan konsolidasi tidak terganggu. ”Poros tengah sebagai jalan tengah. Bangsa ini butuh koalisi strategis, tidak terpengaruh primordial mana pun,” ujar Din.

Fahri Hamzah mengatakan, sebagai salah satu partai berbasis Islam, PKS masih melihat-lihat dulu, apakah ada ide yang cocok sehingga dapat mengikat diri menjadi koalisi. Ia justru menyarankan agar poros tengah kali ini lebih konkret, tidak terseret-seret kepentingan politik siapa pun, dan berdiri di tengah-tengah.

PDI-P rangkul PKB

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terus berusaha merangkul massa Partai Kebangkitan Bangsa pro-KH Abdurrahman Wahid, seperti dilakukan di Semarang dan Yogyakarta.

”Jateng dan Jatim merupakan basis terbesar PKB. Daripada massa PKB pro-Gus Dur tidak memilih sama sekali, lebih baik menyatu dengan PDI-P yang berpandangan sama,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Bidang Politik dan Badan Pemenangan Pemilu Tjahjo Kumolo, Sabtu (17/1) di Semarang.

Di Yogyakarta, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI-P Taufik Kiemas pada Jumat malam lalu bertemu dengan Sultan Hamengku Buwono X di Hotel Hyatt Regency Yogyakarta. Pertemuan itu juga dihadiri Ketua DPP PDI-P Firman Jaya Deli serta beberapa pengurus DPD PDI-P DIY dan beberapa calon anggota legislatif PDI-P.

Taufik tidak mengelak jika Sultan merupakan figur potensial paling kuat untuk mendampingi Megawati. Meski demikian, tetap ada sejumlah nama bakal cawapres dari PDI-P.

Ketua Umum DPP Partai Golkar M Jusuf Kalla yang juga berada di Yogyakarta menyatakan bahwa apa yang dikerjakan DPP Partai Golkar selama ini antara lain karena nasihat dari Sultan Hamengku Buwono X.

”Penasihat fungsinya memberikan nasihat kepada DPP. Jadi apa yang dikerjakan DPP ini selalu dengan nasihat dari Pak Sultan. Semuanya itu karena kita semua ingin bekerja bersama-sama,” kata Jusuf Kalla di awal sambutannya ketika menghadiri pelantikan tim kode etik Pemilihan Umum 2009 Partai Golkar di Gedung Olahraga Kridosono, Yogyakarta, Sabtu lalu.(idr/ DEN/RWN/ENG/OSD)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com