JAKARTA, KAMIS — Mantan Menteri Negara (Meneg) BUMN Laksamana Sukardi meminta agar Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) sekaligus mencabut statusnya sebagai tersangka. Alasannya, tidak ada perbuatan melawan hukum atau kerugian negara dalam penjualan dua kapal tanker raksasa (VLCC) seperti isi putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang diajukan PT Pertamina.
Permintaan tersebut disampaikan tim kuasa hukum Laksamana yakni Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang dipimpin Petrus Selestinus kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendy di Kejagung, Kamis (15/1). Petrus Selestinus mengatakan, TPDI telah menyerahkan salinan putusan PK MA yang membatalkan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
"Kami telah sampaikan salinan putusan PK Mahkamah Agung (MA) terkait divestasi dua kapal VLCC. Harapan kami, putusan PK ini akan menjadi pertimbangan dan semakin menguatkan alasan SP3," tegas Petrus.
Menurut Petrus, putusan PK MA ini terkait erat dengan penyidikan dugaan korupsi penjualan dua kapal VLCC yang dilakukan Kejagung sejak pertengahan tahun 2007. Penyidikan Kejagung ketika itu mendasarkan adanya kerugian negara dari keputusan KPPU.
"Sekarang keputusan KPPU sudah dibatalkan MA. Oleh karena itu, tidak ada kerugian negara ataupun perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam penjualan VLCC," terangnya.
Ditambahkan Petrus, sebenarnya sejak 28 November 2008, Kejagung dalam ekpose atau gelar perkara telah menghasilkan kesimpulan berupa tidak adanya kerugian negara dalam penjualan dua kapal VLCC tersebut. Rapat juga menghasilkan keputusan yakni menghentikan penyidikan dan sekaligus mengusulkan kepada Jaksa Agung untuk mengeluarkan SP3.
Secara terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengaku belum menerima usulan tertulis untuk penghentian penyidikan kasus VLCC. Yang diterima Hendarman, barulah usulan lisan yang disampaikan Jampidsus Marwan Effendy.
Dalam usulan lisan tersebut, Jampidsus menjelaskan bahwa penyidikan kasus VLCC mendasarkan kepada keputusan KPPU. Namun, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang ditugaskan melakukan perhitungan kerugian, menyatakan tidak dapat menghitung kerugian negara yang terjadi dalam kasus tersebut.
"BPK yang kita surati, menyatakan tidak bisa menghitung kerugian negara secara konkret. Jadi masalah ini. Jadi ada perbuatan, tapi kerugian negara tidak bisa dihitung," tambah Hendarman.
Jampidsus Marwan Effendy menyatakan bahwa dirinya belum menyerahkan usulan tertulis untuk SP3 kasus VLCC. "Belum saya usulkan secara tertulis Saya masih mempelajarinya," tegas Marwan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.