JAKARTA, KAMIS - Peneliti LIPI, Jaleswari Pramowardhani mengatakan, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mengalihkan bisnis TNI, seperti yang diamanatkan oleh Pasal 76 UU 34 tahun 2004 tentang TNI. Menurutnya, waktu efektif yang tersisa hingga 16 Oktober 2009 hanya delapan bulan, karena terpotong pemilu legislatif dan presiden dan wakil presiden. Lewat tanggal tersebut, masyarakat sipil tidak dapat menuntut presiden terpilih untuk mengalihkan bisnis TNI karena tenggat waktunya telah usai.
Dhani mengatakan, di antara tiga rekomendasi yang dikeluarkan oleh Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis (PAB) TNI 30 Oktober silam, pilihan alternatif pertama merupakan yang paling memungkinkan, walaupun lebih bersifat pragmatis. Rekomendasi tersebut mengambil seluruh bisnis TNI, namun keberadaan primer koperasi (primkop) TNI masih dipertahankan untuk dapat melayani kebutuhan pokok prajurit.
Sementara itu, rekomendasi pilihan kedua mendorong TNI menjadi profesional, dan hanya fokus pada tugas pokok dan fungsinya untuk menjaga keamanan negara. Lalu, rekomendasi ketiga, pengalihan bisnis TNI, termasuk primkop, induk koperasi (inkop), dan pusat koperasi (puskop). "Terpecahnya rekomendasi menjadi tiga pilihan diakibatkan adanya perbedaan persepsi di tubuh Timnas PAB mengenai pasal 76, terutama mengenai defisini bisnis, bisnis langsung dan tidak langsung, dan lainnya," ujar Dhani.
Dhani kemudian mengatakan, komentar-komentar Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso mengenai kompensasi dan kesejahteraan TNI setelah pengalihan bisnis menunjukkan resistensi dari tubuh TNI. Menurutnya, hal ini bukan hanya karena pengalihan aset TNI yang diperkirakan bernilai Rp 3,4 triliun saja, namun ini lebih karena dipretelinya kekuasaan TNI oleh masyarakat sipil. "Ini adalah persoalan kultur," ujarnya.
Selain itu, Dhani kembali menegaskan bahwa PAB TNI dapat mendukung sikap profesionalisme, dan reformasi TNI. "TNI yang berbisnis memiliki lebih banyak implikasi buruknya," katanya seraya menambahkan, sekarang saatnya untuk membicarakan mengenai hal-hal operasional, bukan lagi sekedar wacana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.