Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LPD Bali Mendunia, Kenapa Tidak?

Kompas.com - 27/10/2008, 17:19 WIB

Bali harus mampu mempertahankan lembaga ini untuk kearifan lokal. Pemindahan kekayaan masyarakat daerah ke pusat (Jakarta) harus dilawan. Hanya dengan semakin memperkuat lembaga keuangan di daerah ini, Bali berpeluang menjadi dirinya sendiri dengan kekuatan ekonomi nya sendiri.

"Ekonomi rakyat harus bangkit," kata Faisal Basri, pengamat ekonomi pada perayaan ulang tahun ke 18, LPD Desa Adat Kedonganan, Kabupaten Badung, awal September lalu.

Sebagai perbandingan, pada Juni 2007 aset Bank Perkreditan Rakyat dan LPD di Bali lumayan jauh. BPR memiliki aset sekitar Rp 1,5 triliun pada periode itu, sementara LPD mencapai Rp 2,1 triliun.

Per Juni 2007, dana semeton (warga) yang mampu dihimpun LPD R p 1,6 triliun dengan sekitar satu juta nasabah. BPR mencatat Rp 1 triliun dengan nasabah 574.000 orang.

Artinya, kedua lembaga keuangan ini memiliki basis sama, yakni menyasar masyarakat lokal. Namun, kepercayaan semeton Bali sepertinya lebih besar kepada LPD.

Butuh payung hukum

Permasalahannya, payung hukum untuk masa depan LPD belum kuat. Lembaga keuangan non bank ini tidak bisa lebih besar wilayah cakupannya karena memang dibangun dan diperuntukan masyarakat banjar atau desa setempat. Bukan penduduk yang terdaftar di banjar setempat tidak mungkin bisa menabung apalagi pinjam.

Sekarang ini, lembaga ini hanya bernaung di bawah payung Peraturan Daerah Bali Nomor 8 Tahun 2002 dan diubah menjadi Perda Bali Nomor 3 Tahun 2007 mengenai LPD. Sesuai pasal 1 ayat 9 Perda No 3 Tahun 2007 tersebut bahwa LPD merupakan lembaga keuangan milik desa yagn bertempat di desa.

Dalam pasal yang lain disebutkan antara lain menerima pinjaman dari lembaga keungan maksimal 100 persen dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan. Lembaga ini pun menyimpan kelebihan likuiditasnya pada Bank Pemerintah Daerah (BPD) dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai. Jadi, BPD pun diuntungkan.

Ketua LPD Kedonganan, Kabupaten Badung, I Ketut Madra, mengatakan pihaknya memimpikan lembaga ini mampu menjadi penyangga perekonomian masyarakat Bali. Hanya saja mengelola kepercayaan ini memang tidak mudah. Karenanya kami tetap membutuhkan manajemen yang cakap. Apalagi perkembangan lembaga ini semakin pesat dari tahun ke tahun, ujarnya.

Karenanya, ia pun berharap pemerintah mampu memberikan pencerahan kepada lembaga non bank yang memang secara riil terbukti menyentuh masyarakat langsung. Pasalnya, lanjut Madra, lembaga ini seperti menghadapi buah simalakama. Berlaku sebagai lemb aga tetapi mampu bertindak seperti perbankan. Ia pun khawatir ini bisa dipermasalahkan di masa yang akan datang karena dianggap bertentangan dengan hukum perbankan.

Terlepas dari bagaimana para pakar memikirkannya, lembaga yang lahir dan besar di tengah masyarakat desa ini patut dihargai. Maju terus!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com