Direktur Korporasi Bank Mandiri Abdul Rachman seusai penandatanganan restrukturisasi dengan anggota sindikasi dan debitor, Kamis (25/9) di Jakarta, menjelaskan, utang macet PT Semen Bosowa Maros (SBM) pertama kali direstrukturisasi tahun 2002. Restrukturisasi saat itu tidak berjalan mulus karena dalam perjalanannya aliran kas SBM tidak mencukupi untuk menutup beban kewajiban kepada bank.
Seiring meningkatnya konsumsi semen nasional dan penetrasi pasar SBM belakangan ini, kinerja perusahaan pun mulai membaik. Agar proses pelunasan kredit bisa diteruskan, sindikasi kreditor dan debitor pun sepakat untuk kembali merestrukturisasi utang yang macet tersebut.
Krisis
Utang macet yang direstrukturisasi adalah kredit investasi yang dikucurkan tahun 1996 senilai 225 juta dollar AS atau setara dengan Rp 526,3 miliar (saat itu kurs Rp 2.339 per dollar AS).
Kredit disalurkan Bank Mandiri, BNI, dan BTN dengan porsi sebesar 60 persen, 36 persen, dan 4 persen.
Kredit digunakan untuk membangun pabrik semen dengan kapasitas 1,8 juta ton. Penarikan kredit saat itu menggunakan letter of credit (L/C) yang dibuka di BNI cabang Singapura dengan valuta dollar AS.
Kredit SBM mulai bermasalah seiring terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Akibat pelemahan rupiah yang amat tajam selama krisis, nilai utang SBM pun membengkak menjadi Rp 1,7 triliun.
Seperti restrukturisasi tahun 2002, dalam restrukturisasi kedua tahun 2008 utang Bosowa tetap dibagi dalam dua jenis. Untuk kredit sustainable, tenor pelunasan utang diperpanjang sampai tahun 2012. Suku bunga yang diberlakukan tetap menggunakan suku bunga pasar sebesar 12 persen per tahun.
Untuk kredit unsustainable, jatuh tempo ditetapkan tahun 2015 dengan pembayaran bisa dimulai tahun 2013. Suku bunga juga mengikuti pasar. Namun, ada opsi konversi saham untuk kredit unsustainable. Apabila hingga 2015 masih terdapat tunggakan utang di atas Rp 600 miliar, utang tersebut akan dikonversi menjadi saham minimal 30 persen.
CEO Bosowa Group Erwin Aksa mengatakan, ada sejumlah faktor yang membuat SBM akan mampu melunasi utangnya. Salah satunya adalah BSM berencana melepas saham perdana ke publik (initial public offering/IPO) tahun 2009. Setengah hasil IPO akan dipakai untuk melunasi sebagian utang kepada sindikasi bank. Setengah lainnya akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi semen sehingga penjualan dan pendapatan juga akan meningkat.