Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Flu Burung hingga Tanah Makam Pun Dikorupsi

Kompas.com - 16/07/2008, 04:04 WIB

VIRUS korupsi memang tak mengenal nurani. Mulai dari alat pendeteksi flu burung, sumur resapan, filling cabinet tahan api, hingga tanah makam pun dikorupsi. Hasilnya, para pejabat yang memegang amanat rakyat harus berhadapan dengan aparat penegak hukum. Mereka kini diseret ke penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Di saat bangsa ini sedang gundah karena banyaknya jumlah korban flu burung, justru ada pejabat yang memanfaatkannya demi keuntungan pribadi. Dua pejabat Departemen Pertanian, Selasa (15/7) petang digelandang penyidik Kejagung ke LP Cipinang.

Mereka adalah drh Musny Suatmodjo dan Iwan Sofwan. Keduanya dijerat pasal korupsi karena melakukan korupsi saat mengadakan alat pendeteksi virus flu burung senilai Rp 14,8 miliar.Alat pendeteksi flu burung sebanyak 191.000 unit yang diadakan PT Biofarma pada tahun 2006 ternyata tidak berfungsi.

Pada hari yang sama, jaksa penuntut Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melimpahkan berkas perkara pengadaan mulitpurpose filling cabinet tahan api pada tahun 2006 ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dua terdakwa—pejabat di Kotamadya Jakarta Selatan yakni Tri Witjaksono dan rekanannya, Direktur CV Darmakusumah Wawan Subhan Zhabeth—tak lama lagi akan dihadapkan di meja hijau untuk mempertangungjawabkan perbuatannya.

Mereka terkait proyek pengadaan 100 filling cabinet tahan api senilai Rp 2,387 miliar. CV Darmakusumah bisa memenangi tender terbuka karena pemiliknyalah yang mempersiapkan seluruh prasyarat dan tender sehingga tender hanya bersifat akal-akalan.

Pada hari yang sama pula, Kejari Jakarta Selatan juga memeriksa tersangka Wahyu Wikawati. Mantan Kepala Subdinas Pertanian dan Kehutanan Kodya Jakarta Selatan ini terseret kasus pembuatan sumur resapan di 65 kelurahan di Jaksel senilai Rp 3,9 miliar pada tahun 2006. Sumur resapan dibangun dengan tujuan mulia. Jika pada musim hujan dapat menjadi penampung air hujan sekaligus mencegah banjir. Sedangkan pada musim kemarau diharapkan air tanah di wilayah DKI Jakarta masih bisa disedot untuk memenuhi kebutuhan warga Ibu Kota.

Namun kenyataannya, Wahyu Wikawati menunjuk langsung Mokjin Sinaga sebagai konsultan pelaksana atau koordinator pembuatan sumur resapan. Akibatnya, Wahyu Wikawati dan Mokjin harus berhadapan dengan aparat penyidik Kejaksaan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Yang paling miris adalah kasus dugaan korupsi pengadaan tanah makam Buddha di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Senin (14/7), mantan Wali Kota Jakarta Selatan Dadang Kafrawi telah diperiksa penyidik pada Jampidsus Kejagung.

Pengadaan tanah makam ini adalah bukti carut-marutnya pengadministrasian aset milik Pemda DKI Jakarta. Tanah yang sudah dibeli Pemda DKI pada tahun 1976 seluas hampir 2.000.000 meter persegi kembali dibeli lagi dengan dana milik Pemda DKI senilai Rp 12,9 miliar. Walhasil, dana sebesar itu hanya menjadi 'bancakan' petinggi di DKI Jakarta. (Persda Network/Yuli S)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com