Setahun kemudian, ia bertemu dengan Mary Elizabeth Haskell, putri seorang kolonel yang sepuluh tahun lebih tua darinya. Cinta pun bersemi di antara mereka. ”Ia memberiku sayap-sayap yang kuat,” tulis Gibran tentang Mary. Tapi rupanya Gibran memilih tidak menikah. Mary kecewa. Ia menganggap, selama ini dirinya cuma beban atau kesedihan bagi Gibran. Dengan cara yang puitis, Gibran menyangkal anggapan itu.
”Apakah saya pernah menganggapmu beban lebih dari kebahagiaan? Apakah beban? Apakah kebahagiaan? Apakah kamu bisa memisahkan satu dengan yang lainnya? Beban dan kebahagiaan lah yang menggerakkan kita. Kamu telah memberiku banyak kebahagiaan, tetapi juga kesedihan. Dan oleh karena itulah, saya mencintaimu,” tutur Gibran.
Tahun 1908, Gibran belajar di
Namanya mencapai puncak setelah buku puisinya, ”Sang Nabi” terbit, dan sukses tahun 1923, menyusul karyanya, ”Jesus, Putra manusia” (1928), hasil kerjanya tanpa henti selama 18 bulan. Setelah itu, Gibran sakit dan meninggal. Tiga buku puisinya, terbit setelah kematiannya.
Profesor Khalil S Hawi dalam bukunya, Kahlil Gibran, ”His Background, Character and Works” (Beirut, The Arab Institute For Research And Publishing, 1972) menilai, meski mendapat banyak sentuhan karya sastra Arab, karya Gibran terpengaruh
Dalam, ”Sang Nabi”, lanjut Hawi mengutip Barbara Young, Gibran lebih menghendaki sebuah kota yang modern dan beradab, tanpa lampu lalu lintas!
(Selesai)