Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Sesalkan Bentrok FPI-AKKBB

Kompas.com - 02/06/2008, 21:11 WIB

JAKARTA, SENIN - Pemerintah menyesalkan bentrokan antara massa Front Pembela Islam (FPI) dan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), yang terjadi hari Minggu (1/6) kemarin.

Untuk itu pemerintah menyatakan akan mengambil langkah tegas kepada siapapun dan organisasi kemasyarakatan mana pun, yang dinilai terlibat dan bertanggung jawab atas kejadian itu.

Namun begitu, tidak disebutkan secara pasti apakah langkah tegas yang akan diambil termasuk dengan membubarkan ormas tertentu yang terlibat. Alasan pemerintah, langkah pembubaran hanya bisa dilakukan lewat proses pengkajian secara hukum terlebih dahulu.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Widodo AS dalam jumpa pers, Senin (2/6), usai menggelar rapat koordinasi antar-para menteri jajarannya, yang dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Saya kira terkait konteks pembubaran ormas seperti itu akan terlebih dahulu dilakukan dengan melakukan pengkajian oleh Departemen Dalam Negeri, terutama sesuai UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas. Namun dipastikan tetap akan ada langkah hukum tegas bagi siapa pun pelakunya," ujar Widodo AS.

Dengan begitu, langkah pemberian sanksi memiliki tahapan-tahapan sesuai UU, yang harus dilalui. Pemerintah nantinya akan mengkaji apakah ormas yang bersangkutan saat ini masih sesuai dengan ketika dia pertama kali didirikan. Jika tidak sesuai, langkah sanksi apa pun menurutnya bisa diambil kemudian.

Rakor Polkam yang digelar mendadak itu dimulai sekitar pukul 17.00. Selain diikuti para menteri jajaran Polhukam juga diikuti Kepala BIN, Panglima TNI, Kepala Polri, Mensekkab, dan Mensesneg. Usai rapat sekitar dua jam Presiden Yudhoyono langsung meninggalkan lokasi tanpa memberi pernyataan.

Lebih lanjut Widodo menyatakan insiden yang terjadi itu telah menimbulkan citra buruk bagi Indonesia. Menurutnya, aksi unjuk rasa wajar sepanjang tidak dilakukan secara anarkis dan dapat dikelola dengan baik sehingga mampu merefleksikan penghormatan atas demokrasi.

Menurut Widodo, para pelaku unjuk rasa harus memberitahukan rencana kegiatannya kepada kepolisian. Para pengunjuk rasa pun juga harus dipastikan tidak membawa peralatan yang bisa dipakai melakukan tindak kekerasan.

Lebih lanjut, saat ditanya soal anggapan bentrokan terjadi karena pemerintah sendiri tidak kunjung tegas, terutama terkait kejelasan Surat Keputusan Bersama tiga menteri terkait keberadaan ajaran dan jemaah Ahmadiyah, Widodo membantahnya.

Baik Widodo maupun Jaksa Agung Hendarman Supandji, yang juga hadir dalam jumpa pers, keduanya menolak memastikan kejelasan soal kapan SKB tentang Ahmadiyah itu akan diterbitkan. Widodo hanya menyatakan akan ada waktunya.

Sementara itu usai jumpa pers, Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto menyatakan pihaknya tetap akan terus mengembangkan penyelidikan kasus itu. Dengan begitu tidak hanya lima orang tersangka saja yang akan diproses lebih lanjut.

"Nanti kasus ini masih bisa berkembang. Tergantung pihak penyidik di lapangan, dalam hal ini Polda Metro Jaya. Kalau soal ormasnya tentu bukan domain Polri. Tapi siapa pun harus taat hukum. Soal prosesnya tanyakan saja ke Polda Metro Jaya," ujar Sutanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com