Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Artikulasi Pembaruan Nurcholish Madjid: Kekuatan dan Batas-batasnya

Kompas.com - 08/05/2008, 02:22 WIB

Di sini kaum Muslim ”skripturalis” berguna sebagai sparring partners. Sebisa mungkin komunikasi dengan mereka harus tetap dibuka. Kita sudah terlalu sering bicara dengan keluarga besar kita sendiri, preaching the converted! Seraya mempertajam gagasan-gagasan kita sendiri, kepada para penganjur perda syariat, misalnya, kita harus terus bertanya: bagaimana perda-perda itu akan dijalankan di tingkat praktis? Tugas apa lagi yang hendak dibebankan kepada polisi, yang sekarang saja sudah keteteran menjalankan kerjaannya? Jika seseorang tidak salat atau pacaran yang ditentang syariat tetapi tidak ketahuan, siapa yang bertanggung jawab? Bukankah perda-perda syariat dimaksudkan untuk memata-matai iman seseorang?

Akan halnya dengan gagasan-gagasan Cak Nur yang dimaksudkan untuk menyatroni konteks terdekatnya, kita mungkin harus memikirkan kembali relevansinya. Kadang saya merasa bahwa Cak Nur terlalu mekanis mengaitkan naiknya kelas menengah Muslim dengan bangkitnya etos Islam yang antikorupsi, misalnya. Juga tampak terlalu mekanis untuk menyatakan bahwa Islamisasi bahasa dalam sebutan Majlis Permusyawaratan Rakyat (yang semuanya berasal dari kata Arab) sejalan dengan Islamisasi si penghuni bangunan MPR. Selain itu, menyandarkan demokratisasi pada kelas menengah yang digaji (salaried middle-class), yang tidak otonom seperti saudara-saudara mereka di Eropa dua abad lalu, juga terbukti amat riskan.

Agar bisa menyatroni audiensnya sekarang, gagasan dan gerbong pembaruan harus lebih tanggap terhadap kesulitan ekonomi yang menerpa banyak orang belakangan ini. Juga terhadap dislokasi psikologis akibat gempuran urbanisasi dan globalisasi yang kadang dirasakan melawan rasa keadilan umum. Semuanya ini dapat dan harus dilakukan tanpa kita mengorbankan pesan-pesan abadi pembaruan.

Tanpa itu, gagasan pembaruan akan dianggap oleh para audiens terdekatnya sebagai tidak relevan, mengawang-awang. Gerbongnya hanya akan diisi oleh audiens-audiens yang tua, menjadikan gerbong itu hanya berjalan lambat dan tertatih-tatih. Peluit keretanya tidak akan disongsong para penumpang baru yang energik, pemilik sesungguhnya masa depan.

Ihsan Ali-Fauzi Direktur Program Yayasan Wakaf Paramadina

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com