Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kursi dan Tamu

Kompas.com - 13/04/2008, 00:59 WIB

"Jangan sebut ibu. Nama panggilan saya Iyum,’’ kata Prof Dr Ningrum Natasya Sirait SH, Mli ketika ditemui beberapa waktu lalu di rumahnya di kawasan Setia Budi Indah, Medan, Sumut. Guru besar ilmu hukum ini juga enggan dipanggil profesor.

"Panggilan itu hanya pada waktu di kampus dan pertemuan resmi. Di luar itu panggil nama saya,’’ ujarnya.

Garis antara resmi dan tidak resmi ini penting bagi Ningrum. Terutama karena urusan resmi telah menyita sebagian besar waktunya di kampus maupun di luar kampus, di dalam maupun luar negeri.

Berbeda dengan sosok guru besar yang umumnya dipersepsikan dingin dalam hubungan sosial dan bicara seperlunya, Ningrum justru cepat akrab dengan siapa saja, dinamis, dan penuh humor. Tidak heran jika temannya tersebar di dalam maupun di luar negeri.

Dalam hal ini pribadi anak kedua dari delapan bersaudara ini menjadi unik dan bergolak. Di satu sisi, kegiatan dan statusnya sebagai guru besar ilmu hukum mengikat dirinya dalam lingkungan serba formal. Di sini tertawa pun harus terkendali agar tidak merusak citra korps guru besar.

Di sisi lain, ia mulai letih terhadap hal-hal resmi. Wajar jika muncul keinginan menemukan lingkungan yang bebas dari norma-norma birokrasi, kalimat resmi, sistematika, metodologi, catatan kaki, dan seterusnya. Lingkungan di mana ia dapat tertawa gelak sekerasnya, berbicara dengan nada melengking, dan pergi ke mana saja tanpa beban.

Tarik-menarik ini muncul dalam menata rumahnya yang berukuran sedang. Khusus untuk tamu tidak diundang dan urusan resmi, Ningrum menerimanya di teras depan. Kursi dipilih yang tidak nyaman agar tamunya cepat pulang. "Paling lama bertahan setengah jam,’’ ujar rekannya.

Ruang tamu lain lagi penataannya. Kursinya agak rendah dengan kemiringan sandaran sekitar 80 derajat. Ruangan ini khusus bagi tamu yang kehadirannya dikehendaki tidak lebih dari satu jam.

Ruang keluarga dengan sofa dan sebuah televisi khusus untuk teman dekatnya. Mereka yang diterima di ruangan ini tanpa pembatasan waktu. "Hanya di ruangan inilah saya dapat menikmati hidup. Ngobrol dan tertawa gelak tanpa dibatasi rambu-rambu,’’ ujarnya.

Teman-temannya menyebut saat seperti itu dengan istilah open house. Itu pun hanya kadang-kadang. Karena sebagai "kutu buku", Ningrum butuh ketenangan. Di samping itu harus menyiapkan bahan-bahan kuliah, makalah, dan lain sebagainya. "Waktu berlalu begitu cepat. Saya kerap jengkel dan bertanya dalam hati, mengapa sehari bukan 48 jam,’’ ujar guru besar yang gemar memasak ini.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com