Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Berhadapan dengan Kekuasaan

Kompas.com - 11/04/2008, 00:43 WIB

Konflik agraria

Kasus Kulon Progo semakin menambah panjang catatan buram konflik agraria di negara ini. Petani selalu saja dikalahkan oleh kepentingan pemilik modal dan kepentingan sektor lain.

Konflik petani lahan pasir dengan pemerintah diperumit oleh lemahnya komunikasi dan sosialisasi, dan diabaikannya hak-hak atau kepentingan para petani. Ada kesimpangsiuran informasi yang diterima masyarakat. Bukan hanya petani lahan pasir, kehadiran tambang pasir besi sebenarnya juga ditentang oleh sebagian akademisi dan kalangan lain karena dianggap akan merusak ekosistem dan lingkungan.

Namun, pemerintah sendiri tampaknya tetap ngotot. Dalih pemerintah adalah pasir yang terhampar luas di pantai selatan selama ini belum pernah memberikan kontribusi pendapatan besar bagi Kabupaten Kulon Progo. Yang diuntungkan selama ini hanya para penambang ilegal, yang menjual pasir tersebut sebagai bahan bangunan. Padahal, pasir tersebut memiliki kandungan biji besi yang bernilai jual tinggi.

Kehadiran tambang dan pabrik pengolahan biji besi juga akan mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku industri besi baja yang selama ini 100 persen diimpor dan mendatangkan devisa karena sebagian besar akan diekspor.

Dari tambang ini, pemerintah kabupaten akan mendapatkan bagian 32 persen dari hasil penjualan biji besi. Adapun pemerintah pusat akan mendapatkan penerimaan pajak sebesar 19,2 juta dollar AS setahun.

Kehadiran tambang, menurut pihak JMM dan pemda, juga akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Yang menjadi persoalan, lahan pasir yang tandus yang akan ditambang itu kini sudah berwujud lahan pertanian produktif yang mengidupi belasan ribu petani dan keluarganya. Akan dikemanakan mereka? Lapangan kerja sebanyak 2.000 yang dijanjikan oleh proyek ini jelas tidak sebanding dengan kehidupan belasan ribu petani yang dihancurkan.

Suhu di pesisir Kulon Progo yang beberapa waktu ini kelihatan adem ayem menyimpan bara di dalam dan berpotensi memicu konflik horizontal di antara warga yang pro dan kontra. Petani yang terus melakukan konsolidasi sudah bertekad melawan karena mereka merasa tidak lagi mendapatkan perlindungan dan pembelaan dari pihak-pihak yang seharusnya melindungi mereka.

Situasi ini membuat petani berpikir lebih pragmatis, mereka beraliansi dengan siapa saja yang mendukung perjuangan mereka. Namun, mereka juga tidak bodoh. Belajar dari pengalaman perjuangan petani di wilayah lain, mereka tidak memberi kesempatan LSM atau ornop mana pun ikut bermain dan mendompleng dalam perjuangan mereka.

Apa yang akan terjadi di Kulon Progo hari-hari ini akan menjadi saksi dan tercatat dalam sejarah bangsa ini, akankah kali ini petani kecil kembali dikalahkan. Kunci akhirnya ada di tangan Presiden, apakah akan menyetujui atau tidak. Keputusan ini akan menjadi antiklimaks dan penegasan dari kebijakan pemerintah yang tak berpihak kepada petani.

Di tengah ketergantungan pada impor pangan yang terus meningkat, rezim pemerintahan sekarang ini mencanangkan revitalisasi pertanian, lahan abadi pertanian dan swasembada pangan, bahkan gagasan ekspor beras. Namun, apa yang terjadi di lapangan, termasuk di Kulon Progo, sungguh jauh panggang dari api.

Berdasarkan data Serikat Petani Indonesia, selama tahun 2007 saja tercatat 76 kasus konflik agraria di Indonesia. Lebih dari 196.179 hektar lahan petani dirampas dan lebih dari 24.257 KK petani terusir dari lahan pertaniannya.

Dengan mayoritas penduduk masih di sektor pertanian dan kecenderungan lonjakan harga komoditas pangan ke depan yang masih akan terus berlanjut, jangan heran jika apa yang diperingatkan banyak pengamat akan terjadi. Kelaparan permanen di negeri ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com