Salin Artikel

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyentil Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek Tjitjik Sri Tjahjani yang menyebut pendidikan tinggi sebagai pendidikan tersier, sehingga tidak wajib.

Menurutnya, pernyataan tersebut kian menebalkan persepsi jika pendidikan tinggi bersifat elitis dan hanya untuk kalangan tertentu saja.

Huda lantas mempertanyakan apakah itu artinya orang miskin dilarang berkuliah, mengingat biaya uang kuliah tunggal (UKT) juga sedang meroket saat ini.

“Kami prihatin dengan pernyataan-pernyataan Prof Tjitjik bahwa perguruan tinggi merupakan pendidikan tersier yang bersifat opsional atau pilihan. Bagi kami pernyataan itu kian menebalkan persepsi jika orang miskin dilarang kuliah. Bahwa kampus itu elit dan hanya untuk mereka yang punya duit untuk bayar UKT," ujar Huda saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Jumat (17/5/2024).

Huda menilai, pernyataan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier sebenarnya benar, tapi kurang tepat, di mana yang menyampaikan adalah pejabat publik yang mengurusi pendidikan tinggi.

Dia menyebut pejabat Kemendikbud itu merespons demikian dalam forum resmi temu media untuk menanggapi protes kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri.

“Kalau protes kenaikan UKT direspons begini ya tentu sangat menyedihkan,” tuturnya.

Huda mengatakan, pernyataan pendidikan tinggi bersifat tersier oleh pejabat tinggi Kemendikbud bisa dimaknai jika pemerintah lepas tangan terhadap nasib orang-orang yang tidak punya biaya tapi ingin kuliah.

Padahal, di sisi lain, pemerintah gembar-gembor ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan memanfaatkan bonus demografi.

“Tapi saat ada keluhan biaya kuliah yang tinggi dari mahasiswa dan masyarakat seolah ingin lepas tangan,” kata Huda.

Wasekjen PKB ini mengungkapkan, kesempatan mengenyam pendidikan tinggi di Indonesia bagi peserta memang relatif rendah.

Berdasarkan data BPS tahun 2023, angka partisipasi kasar Pendidikan Tinggi Indonesia itu masih 31,45 persen.

Angka ini tertinggal dari Malaysia 43 persen, Thailand 49 persen, dan Singapura 91 persen.

“Salah satu kendala faktor pemicu rendahnya angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia adalah karena persoalan biaya,” jelasnya.

Di sisi lain, anggaran pendidikan di Indonesia setiap tahun relatif cukup besar dengan adanya mandatory spending 20 persen dari APBN.

Tahun ini saja, menurut Huda, ada alokasi APBN sebesar Rp 665 triliun untuk anggaran pendidikan.

“Nah ini ada apa kok sampai ada kenaikan UKT besar-besaran dari perguruan tinggi negeri yang dikeluhkan banyak mahasiswa. Apakah memang ada salah kelola dalam pengelolaan anggaran pendidikan kita atau ada faktor lain," kata Huda.

Sementara itu, Huda menyebut, saat ini Komisi X DPR telah membuat Panitia Kerja (Panja) Biaya Pendidikan untuk menelusuri tata kelola anggaran pendidikan di tanah air.

https://nasional.kompas.com/read/2024/05/17/19241201/dpr-sentil-kemendikbud-yang-bilang-pendidikan-tinggi-tidak-wajib-orang

Terkini Lainnya

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke