Meski demikian, menurut Jokowi, strategi pengajuan banding tetap perlu dilakukan untuk mengulur waktu sampai hilirisasi dalam negeri siap dilaksanakan.
"Kalau kita sudah melakukan sesuatu dan ditentang negara lain, nah itu, hilirisasi misalnya. Hilirisasi itu memunculkan nilai tambah berlipat-lipat tetapi ini ditentang, digugat ke WTO dan maaf kita kalah," kata Jokowi saat memberi sambutan pada Kongres ke-12 Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi) di Ancol, Jakarta Utara, Kamis (28/3/2024).
"Bukan menang, kalah kita. Kita banding lagi. Ya kita hadapi. Saya yakin kita mungkin akan kalah lagi, tetapi industrinya (industri hilirisasi nikel nantinya) sudah jadi," ujarnya lagi.
Industri hilirisasi yang dimaksud Jokowi yakni EV (Electric Vehicle) baterai dan mobil listrik yang ke depannya sudah semakin siap sejalan dengan upaya banding yang terus dilakukan pemerintah.
Oleh karenanya, menurut Jokowi, Indonesia tidak akan mundur mengajukan banding sampai industri hilirisasi selesai dibangun.
Kepala Negara pun menjelaskan mengapa pemerintah begitu berniat melakukan hilirisasi.
Dengan hilirisasi, maka nilai tambah bahan tambang yang semakin besar akan masuk ke kas negara.
Sebaliknya jika Indonesia hanya terus ekspor bahan mentah maka penerimaan negara akan stagnan.
"Coba dilihat di 2014 ekspor kita saat mengekspor mentahan itu hanya Rp 30 triliun. Kemudian karena sekarang sudah bisa membangun industri nikel, ekspor tahun 2022 kemarin hampir Rp 500 triliun," kata Jokowi.
"Coba berapa kali lipat nilai tambah kita dapat, pajak kita dapat, PNBP yang kita dapat, bea ekspor yang didapat, royalti kita dapat untuk pendapatan negara," ujarnya lagi.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/29/05310071/pemerintah-kembali-banding-di-wto-jokowi--saya-yakin-kita-mungkin-kalah-lagi