Salin Artikel

Menegakkan Hak Kebebasan Berbicara

Salah satu gugatan yang dikabulkan berkenaan dengan pasal pidana berita bohong atau hoax.

Pasal yang dimaksud adalah dua pasal yang digabungkan oleh MK penilaian konstitusionalitasnya. Kedua pasal itu adalah Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946.

Terhadap permohonan itu, MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional. Maknanya, dua pasal tersebut tidak boleh lagi diberlakukan.

Apa alasan MK menyatakan demikian? Alasan utamanya adalah MK menafsirkan pasal itu sebagai pasal karet. MK memandang kedua pasal undang-undang peraturan hukum pidana itu memiliki bobot parameter yang tidak jelas. Parameter yang dimaksud berkenaan dengan tiga unsur essensial.

Unsur pertama adalah tafsir berita atau pemberitahuan bohong. Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyebut unsur ini mengandung sifat ambiguitas. Sebab, menurut MK, sulit untuk mengukur kebenaran yang disampaikan oleh seseorang.

Kebenaran pada pasal itu sangat bergantung pada subjektifitas. Latar belakang seseorang sangat memengaruhi penilaiannya terhadap suatu kabar.

Misalnya, kita ambil contoh berkenaan dengan makan babi antara sudut pandang dua agama berbeda.

Menurut ajaran keagamaannya, orang Islam akan lantang mengatakan hukum haram makan babi adalah berita yang benar.

Namun, orang Kristen memandangnya berbeda. Menurut ajaran keagamaannya, makan babi bukanlah sesuatu yang haram. Sehingga, berita tentang makan babi haram adalah sesuatu yang bohong.

Unsur kedua adalah tafsir dari makna onar atau keonaran. Merujuk ke KBBI, MK menyebut kedua kata itu memiliki tiga makna. Tiga makna itu adalah kegemparan, kerusuhan, dan keributan.

Karena memiliki tiga makna dan tingkat gradasi berbeda, maka jelas unsur keonaran memiliki makna ganda.

Unsur ketiga adalah kabar tidak pasti, atau kabar yang berkelebihan. Dalam menilai unsur ini, MK menyamakannya dengan unsur berita atau pemeritahuan bohong tadi. Di mana unsur ini memiliki makna ambigu dan sulit untuk diukur.

Kemenangan masyarakat sipil

Pascadiucapkan, putusan itu disambut bahagia oleh banyak orang. Sambutan bahagia terutama saya rasakan di kalangan orang-orang yang memang dikenal kritis terhadap pemerintah.

Mereka merayakannya di media sosial masing-masing dengan caption: kita menang!

Mengapa kita menang? Hal ini kemungkinan karena pengujian pasal-pasal yang dikabulkan kerap dilakukan untuk menjerat aktivis yang kritis kepada pemerintah. Contoh aktual adalah apa yang pernah dialami oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Dua aktivis HAM itu dilaporkan Luhut Binsar Panjaitan ke polisi. Laporan itu dilayangkan setelah Haris dan Fatia menyampaikan hasil riset di Channel Youtube milik Haris Azhar.

Videonya berjudul Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam.

Dalam video itu, keduanya menyampaikan hasil riset dari koalisi masyarakat sipil. Riset itu memuat laporan tentang indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua. Studi kasus yang diambil adalah satu kasus di Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Dalam laporan riset itu, setidaknya ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi. Dua di antaranya adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi, termasuk Luhut.

Atas ucapan dua aktivis HAM itu, Luhut tak senang. Ia akhirnya melaporkan keduanya ke polisi. Melalui jeratan pasal pencemaran nama baik dan berita bohong (hoax), Haris dan Fatia ditetapkan sebagai tersangka.

Meski kini keduanya dibebaskan oleh pengadilan karena tidak terbukti bersalah, namun tetap saja tindakan Luhut adalah “intimidasi” dan kriminalisasi kepada pengkritiknya.

Pasal yang menjerat keduanya adalah pasal-pasal yang baru saja dihapus oleh MK. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946. Selain pasal itu, ada pula Pasal 301 (1) KUHP yang dinyatakan MK sebagai inkonstitusional bersyarat.

Sehingga, wajar rasanya jika masyarakat sipil menganggap putusan itu sebagai kemenangan bagi mereka. Putusan itu semakin meneguhkan penegakan hak kebebasan berbicara mereka.

Kini, mereka merasa lebih aman untuk menyatakan pendapatnya di muka umum tanpa rasa takut dilaporkan.

Peran penting masyarakat sipil

Kemenangan itu semakin meneguhkan peran penting masyarakat sipil. Pasalnya, inisiatif gugatan berasal dari Haris Azhar dan berbagai organisasi masyarakat sipil.

Akibat dari gugatan itu, orang-orang kini merasa lebih leluasa untuk mengaktualisasikan hak berbicaranya.

Gugatan itu pun membenarkan studi yang baru-baru ini saya baca. Studi tersebut berjudul “How Constitutional Rights Matter” karya Adam Chiliton & Mila Versteeg.

Buku yang terbit pada 2020 ini bercerita tentang riset penegakan hak asasi manusia yang ada di dalam konstitusi.

Dalam buku ini, kedua sarjana itu menjelaskan peran penting organisasi untuk menegakkannya. Tanpa dukungan organisasi berdedikasi kuat, hak asasi yang tercantum dalam konstitusi sulit untuk ditegakkan.

Kesulitan itu terutama mengenai hak yang bersifat individual seperti hak kebebasan berbicara.

Mengapa demikian? Hal ini karena hak individual sering kali ditegakkan secara terputus. Maksudnya, orang menegakkan hak itu sendiri-sendiri tanpa ada gerakan sukarela bersama yang akibatnya tekanan kepada pemerintah untuk menegakkan hak-hak itu menjadi lemah.

Ini berbeda ketika hak individual ditegakkan oleh organisasi yang berdedikasi. Melalui organisasi, kumpulan individu yang ada di dalamnya bergerak bersama untuk menegakkan hak.

Dengan pemahaman yang sama, mereka menciptakan gerakan kolektif menekan pemerintah untuk menegakkan hak.

Dalam kasus tadi, kumpulan organisasi sipil menekan MK untuk menegakkan hak individual mereka. Hak yang dimaksud adalah hak kebebasan berbicara di muka umum. Hak ini tercantum pada Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945.

Oleh karena itu, kita mesti berterima kasih kepada para penggugat perkara nomor 78 ini. Berkat upaya gugatan mereka ke MK, kita menjadi jauh lebih leluasa menyampaikan pendapat di muka umum.

Baik pendapat yang diucapkan melalui lisan maupun tulisan sekarang tak gampang dikriminalisasi dengan tuduhan hoax. Bravo!

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/25/14474611/menegakkan-hak-kebebasan-berbicara

Terkini Lainnya

Momen Sri Mulyani Kenalkan Ponakan Prabowo Thomas Djiwandono ke Publik

Momen Sri Mulyani Kenalkan Ponakan Prabowo Thomas Djiwandono ke Publik

Nasional
24 WNI Kedapatan Palsukan Visa Haji, Kemenag Wanti-wanti Jemaah Pakai Visa Resmi

24 WNI Kedapatan Palsukan Visa Haji, Kemenag Wanti-wanti Jemaah Pakai Visa Resmi

Nasional
139.421 Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arab Saudi hingga Hari ke-20 Keberangkatan, 28 Wafat

139.421 Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arab Saudi hingga Hari ke-20 Keberangkatan, 28 Wafat

Nasional
22 WNI Pengguna Visa Haji Palsu Dideportasi dari Arab Saudi, Ongkos Pulang Ditanggung Sendiri

22 WNI Pengguna Visa Haji Palsu Dideportasi dari Arab Saudi, Ongkos Pulang Ditanggung Sendiri

Nasional
Pancasila Vs Ideologi 'Ngedan'

Pancasila Vs Ideologi "Ngedan"

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masalah Jampidsus Dikuntit Densus Berakhir | Jokowi Izinkan Ormas Kelola Tambang

[POPULER NASIONAL] Masalah Jampidsus Dikuntit Densus Berakhir | Jokowi Izinkan Ormas Kelola Tambang

Nasional
MA Telah “Berfatwa”, Siapa Memanfaatkan?

MA Telah “Berfatwa”, Siapa Memanfaatkan?

Nasional
Tanggal 4 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggapi Pernyataan Maruf Amin, Hasto Kristiyanto: Kita Sudah Tahu Arahnya ke Mana

Tanggapi Pernyataan Maruf Amin, Hasto Kristiyanto: Kita Sudah Tahu Arahnya ke Mana

Nasional
Budi-Kaesang Diisukan Maju Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil: Selalu Ada 'Plot Twist'

Budi-Kaesang Diisukan Maju Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil: Selalu Ada "Plot Twist"

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Periksa Adik Sandra Dewi Jadi Saksi

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Periksa Adik Sandra Dewi Jadi Saksi

Nasional
Di Ende, Megawati Kukuhkan Pengurus 'Jaket Bung Karno'

Di Ende, Megawati Kukuhkan Pengurus "Jaket Bung Karno"

Nasional
Ingin Usung Intan Fauzi di Pilkada Depok, Zulhas: Masa yang Itu Terus...

Ingin Usung Intan Fauzi di Pilkada Depok, Zulhas: Masa yang Itu Terus...

Nasional
Jokowi dan Megawati Peringati Harlah Pancasila di Tempat Berbeda, PDI-P: Komplementer Satu Sama Lain

Jokowi dan Megawati Peringati Harlah Pancasila di Tempat Berbeda, PDI-P: Komplementer Satu Sama Lain

Nasional
Serangan di Rafah Berlanjut, Fahira Idris: Kebiadaban Israel Musnahkan Palestina

Serangan di Rafah Berlanjut, Fahira Idris: Kebiadaban Israel Musnahkan Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke