Alex mengatakan, kasus-kasus yang ditangani KPK kerap terkait delik pasal gratifikasi dan suap. Namun, ketika diperiksa lebih lanjut penerimaan uang panas itu menyangkut pengadaan barang dan jasa.
“Perkara korupsi di persidangan, hampir 90 persen menyangkut barang dan jasa,” kata Alex kepada wartawan, Selasa (12/3/2024).
Dalam praktiknya, menurut dia, tidak sedikit pengusaha melakukan transaksi panas untuk mendapatkan proyek dengan cara menyuap atau memberikan gratifikasi.
Sementara itu, banyak pejabat pemerintah menerima uang panas untuk memperkaya diri sendiri.
Lebih lanjut, mantan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ini menyebut bahwa modus korupsi dalam pengadaan barang dan jasa terus berkembang.
Mulanya, pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui situs e-procurement, Tetapi, dengan mudahnya para vendor bermufakat jahat dengan pejabat mencurangi sistem.
Menurut Alex, tabiat korupsi pengadaan barang dan jasa menyulitkan pemerintah dan aparat penegak hukum. Sebab, para pelaku berinovasi dalam memberikan suap atau gratifikasi.
Di sisi lain, Alex mengatakan, digitalisasi pengadaan barang dan jasa juga tidak benar-benar bisa mencegah korupsi. Sebab, pengusaha dan pejabat berkongkalikong.
“Bahkan, dokumen lelang telah diatur dalam satu komputer,” ujar Alex.
Untuk mengantisipasi pengadaan barang dan jasa di sistem digital, KPK memandang perlunya peran aktif dan memfasilitasi aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
Mereka dibekali dan mendapatkan akses sistem digital yang khusus dibentuk untuk mengawasi proses pengadaan barang dan jasa di e-katalog.
“Sehingga proses pengadaan pemerintah secara keseluruhan dapat diawasi,” kata Alex.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/12/11280661/wakil-ketua-kpk-hampir-90-persen-perkara-korupsi-yang-disidangkan-terkait