Salin Artikel

Kisah Ibu Negara

TIDAK terbantahkan, kehadiran seorang istri pemimpin dalam panggung politik begitu besar pengaruhnya. Tidak saja bagi suami dan keluarganya, tetapi juga kepada “jalannya” politik.

Bukan lagi sekadar menjadi “konco wingking” atau teman di belakang, tetapi seorang istri presiden dan wakil presiden bisa berkontribusi kepada persoalan sosial dan isu-isu perempuan serta anak.

Penyematan “Ibu Negara” kepada istri presiden tentu dimaksudkan sebagai bentuk pengakuan kehormatan atas peran seorang istri yang mendampingi kepala negara dalam tugas-tugas kenegaraan maupun non-kenegaraan.

Kebutuhan asupan gizi dan kesehatan seorang presiden tidak semata diserahkan kepada tim dokter kepresidenan. Seorang presiden masih perlu dengan sambal yang dibuatkan istrinya atau seduhan kopi dari tangan istrinya.

Istilah Ibu Negara pertama kali dikenalkan oleh Martha Washington, istri dari Presiden Amerika Serikat Serikat George Washington era 1838.

Bahkan sempat, ponakan Presiden Amerika Serikat James Buchanan yang bernama Harriet Rebecca Lane Johnsone menyandang tugas sebagai “Ibu Negara” periode 1857 hingga 1861 mengingat Buchanan “menjomblo” sepanjang hidupnya.

Kisah menarik datang dari Azam Sadat Farahi, istri Presiden Iran periode 2005 - 2013 Mahmoud Ahmadinejad.

Selama dua periode pemerintahan suaminya, Farahi tidak sekalipun ikut “cawe-cawe” di pusaran kekuasaan negara para Mullah itu.

Farahi tidak memaksa atau mengarahkan Fatimah, Mahdi dan Alireza, tiga anak-anaknya maju menjadi wakil presiden. Bahkan tidak ada satu pun putra-putrinya menjadi wali kota atau ketua umum partai.

Sesuai dengan prinsip “keras” kesederhanaan yang dipegang suaminya, Farahi ikut memastikan ke tiga anaknya tidak menggunakan fasilitas negara seperti rumah, kendaraan bahkan listrik yang diterima ayahnya.

Anak-anak Farahi paham dengan ajaran kesederhanaan yang dipegang teguh ayahnya. Mereka pun tidak semena-mena menjadi anak presiden yang bebas membuka beragam bisnis dengan pihak lain.

Mereka sadar pasti ada maksud “lain” dari para pengusaha mendekati anak-anak presiden. Tidak ada “udang dalam rempeyek”, pasti ada modus tertentu jika seorang pengusaha, bahkan seorang menteri yang notabene menjadi pembantu presiden, mendekati anak presiden untuk diajak berbinis.

Bahkan Ahmadinejad dan Farahi menikahkan Alireza dengan seorang perempuan anak seorang tentara Garda Iran dengan biaya yang membelalakan mata, Rp 2,9 juta dengan tamu yang berjumlah 200 orang di halaman belakang Istana Kepresidenan Iran.

Pernikahan sakral itu diisi dengan pengajian dan doa bersama. Tidak ada kemeriahan musik, pelaminan megah, dan lain-lain yang disebut Ahmadinejad sebagai pemborosan.

Alih-alih menggunakan Istana Negara sebagai tempat resepsi, Ahmadinejad pun melarang polisi apalagi pasukan pengamanan presiden “mengepung” rapat halaman belakang Istana tempat pernikahan digelar.

Galib terjadi, acara pernikahan putra-putri orang nomor wahid selalu dijaga ketat aparat keamanan, bahkan bandar udara di kota pun disesaki parkir pesawat pribadi tamu presiden yang ikut hadir.

Tidak hanya pejabat, presiden dan keluarga, bahkan mengundang ratusan relawan yang dianggap berjasa menopang karier politiknya.

Ahmadinejad dan Farahi menolak bantuan kepolisian setempat untuk bersiaga selama acara berlangsung. Tidak nampak penutupan atau pengalihan arus jalan di sekitaran acara berlangsung.

Ahmadinejad mengatakan, polisi bertugas melayani seluruh masyarakat dan untuk kebutuhan penting, bukan malah jadi satpam pernikahan.

Ada yang dikenang dari Farahi, Ibu Negara ini mendampingi Presiden Ahmadinejad dalam suka maupun duka. Dia pula yang menisik jas-jas Ahmadinejad yang sobek agar masih bisa dikenakan dengan pantas oleh presiden.

Hanya saja hampir tidak pernah Farahi diajak dalam kunjungan kenegaraan yang dilakukan Ahamadinejad ke luar negeri demi menghemat pengeluaran negara.

Farahi pula yang menyediakan kurma dan bekal untuk Ahamdinejad jika berpergian. Jangan bayangkan Farahi mengenakan tas “imut” Mini Lady Dior seharga Rp 79 juta atau sandal Hermes Oasis yang dibanderol Rp 13 juta serta jaket denim dari rumah mode Fendi yang bernilai Rp 24,4 juta.

Begitu kagumnya Mahmoud Ahmadinejad dengan sosok istrinya hingga dia mau menukar dunia agar sang istrinya, Azam Sadat Farahi selalu mau tersenyum. Bukan gombal, ini benar-benar kekaguman presiden terhadap istrinya (Merdeka.com, 9 November 2012).

Belajar dari Imelda Marcos dan Tien Soeharto

Ambisi seorang presiden yang semula berjalan di rel kekuasaan yang benar, bisa terjadi di penghujung akhir kekuasaannya berubah menjadi tiran dan diktator berkat “bisikan” seorang istri.

Usai mengalahkan petahana Diosdado Macapagal di pemilihan presiden 1965, Marcos menjabat dua periode kepresidenan Filipina.

Pengaruh Imelda Marcos, istrinya yang begitu “power full” ikut mengatur urusan negara, Marcos berubah menjadi penguasa otoriter pada 1972.

Semua tatanan negara diatur sesuai selera Marcos dan Imelda. Marcos begitu digdaya hingga memimpin Filipina sampai 1986.

Sebagai Ibu Negara, Imelda memanfaatkan posisi suaminya dengan menjadi anggota parlemen (1978 – 1984), Gubernur Metropolitan Manila (1975 – 1986) hingga Menteri Pemukiman Manusia dan Ekologi (1979 – 1986).

Bukan “legacy” kemajuan di bidang kesehatan ibu dan anak yang ditinggalkan oleh Imelda, tetapi warga Filipina dan dunia internasional mengingatnya sebagai kolektor 2.700 pasang sepatu.

Saat revolusi rakyat Filipina marak terjadi akibat penembakan tokoh oposisi Benigno Aquino, Marco sekeluarga melarikan diri ke Hawai, Amerika Serikat.

Barang-barang mewah yang ditinggalkan Marcos sekeluarga begitu mencengangkan termasuk ribuan sepatu yang ditinggalkan Imelda, “Kupu-kupu Besi dari Filipina” itu.

Walau dianggap sebagai penggangsir uang negara dan meninggalkan catatan hitam dalam penindasan hak asasi manusia, Keluarga Marcos masih berjaya hingga sekarang. Anak Imelda, Bongbong Marcos kini menjadi Presiden Filipina.

Perwira Koprs Komando Angkatan Laut berbintang tiga, Ali Sadikin yang pernah ditunjuk Presiden Soekarno sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 1966 pernah punya kisah tersendiri karena bersinggungan dengan Ibu Negara Nyonya Tien Soeharto.

Ali Sadikin yang dikenang membawa banyak kemajuan di Jakarta mulai dari proyek MHT untuk perbaikan kampung-kampung kumuh, menata kawasan Taman Ismail Marzuki, Pasar Senin, Kebun Binatang Ragunan serta mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bagi warga miskin mengungkapkan ke saya betapa kritiknya terhadap putra-putri dan istri Presiden Soeharto berimbas kepada kematian perdata terhadap dirinya.

Bang Ali – demikian warga Ibu kota memanggilnya – adalah saksi pernikahan saya di 1997. Aksi demo mahasiswa yang menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah berujung pada penangkapan dan penahanan.

Kritik Bang Ali adanya permainan proyek pemerintahan dengan memberikan komisi lewat Ibu Negara, kerap dipelesetkan sebagai “ten percent” lekat ditujukan kepada Nyonya Tien Soeharto – istri Presiden Soeharto.

Kini, publik menunggu komitmen para istri calon presiden selanjutnya. Publik tentu berharap “First Lady” Indonesia bisa menempatkan perannya sebagai ibu negara, tidak semata istri presiden atau wakil presiden.

Namun bisa memastikan tidak ikut “cawe-cawe” dalam urusan politik kenegaraan, kebijakan negara bahkan terlibat dalam bisnis yang menggurita.

Sekali lagi, belajarlah kepada Lucia Topolansky istri Presiden Uruguay (2010 – 2015) Jose Alberto Mujica Cordano.

Lucia mendukung gaya hidup suaminya yang begitu semenjana. Menolak adanya pengawalan karena sudah merasa aman dengan hadirnya anjing berkaki tiga, memakai mobil butut VW Beetle langsiran 1987 serta merelakan 90 persen dari gaji presiden untuk warga miskin.

Lucia tidak takut suaminya tidak mempunyai jabatan. Dia tidak risau terhadap julukan kepada suaminya sebagai presiden termiskin sedunia.

“Saya tidak pernah merasa miskin. Orang miskin adalah orang yang bekerja agar dia bisa menjaga gaya hidupnya yang mewah dan tidak pernah merasa cukup." – Jose Mujica.

https://nasional.kompas.com/read/2023/12/19/13065001/kisah-ibu-negara

Terkini Lainnya

PPP Diminta Segera Tentukan Sikap terhadap Pemerintahan Prabowo Lewat Mukernas

PPP Diminta Segera Tentukan Sikap terhadap Pemerintahan Prabowo Lewat Mukernas

Nasional
PKS: Masalah Judi Online Sudah Kami Teriakkan Sejak 3 Tahun Lalu

PKS: Masalah Judi Online Sudah Kami Teriakkan Sejak 3 Tahun Lalu

Nasional
Dompet Dhuafa Banten Adakan Program Budi Daya Udang Vaname, Petambak Merasa Terbantu

Dompet Dhuafa Banten Adakan Program Budi Daya Udang Vaname, Petambak Merasa Terbantu

Nasional
“Care Visit to Banten”, Bentuk Transparansi Dompet Dhuafa dan Interaksi Langsung dengan Donatur

“Care Visit to Banten”, Bentuk Transparansi Dompet Dhuafa dan Interaksi Langsung dengan Donatur

Nasional
Perang Terhadap Judi 'Online', Polisi Siber Perlu Diefektifkan dan Jangan Hanya Musiman

Perang Terhadap Judi "Online", Polisi Siber Perlu Diefektifkan dan Jangan Hanya Musiman

Nasional
Majelis PPP Desak Muktamar Dipercepat Imbas Gagal ke DPR

Majelis PPP Desak Muktamar Dipercepat Imbas Gagal ke DPR

Nasional
Pertama dalam Sejarah, Pesawat Tempur F-22 Raptor Akan Mendarat di Indonesia

Pertama dalam Sejarah, Pesawat Tempur F-22 Raptor Akan Mendarat di Indonesia

Nasional
Di Momen Idul Adha 1445 H, Pertamina Salurkan 4.493 Hewan Kurban di Seluruh Indonesia

Di Momen Idul Adha 1445 H, Pertamina Salurkan 4.493 Hewan Kurban di Seluruh Indonesia

Nasional
KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke