Pernyataan itu Atikoh sampaikan ketika menjawab keluh kesah warga Madiun terkait kesulitan mencari sekolah dan kerja untuk anak difabel.
"Saya juga banyak melakukan monitorng ya terkait dengan pendidikan inklusif itu ada sekolahan yang terkadang semacam formalitas saja inklusif," ujar Atikoh di kompleks Galeri 6 Negara, Madiun, Jawa Timur, Minggu (17/12/2023) malam.
Menurut Atikoh, dalam pembangunan semestinya siapa pun berhak mendapatkan akses yang setara, termasuk kelompok difabel.
Untuk menciptakan pendidikan yang inklusif, lingkungan sekolah yang mencakup murid dan guru harus disiapkan terlebih dahulu.
Namun, berdasarkan temuan Atikoh, ternyata tersapat sekolah yang mengeklaim menerapkan pendidikan inklusif namun para pelakunya belum siap.
"Ternyata guru dan teman-temannya itu belum disiapkan termasuk juga orangtua," tutur Atikoh.
Atikoh menyebut, untuk membangun sekolah yang inklusif, lingkungannya harus disiapkan agar siswa difabel tidak merasa berbeda dari yang lain, insecure (cemas), dan kesepian.
Menurutnya, perasaan seperti itu bisa timbul ketika anak difabel dipaksa berkompetisi dengan siswa lainnya dengan standar yang sama.
"Perlu disiapkan adalah environmentnya sehingga anak tidak merasa dia menjadi hal berbeda malah merasa kesepian dan insecure," terang Atikoh.
Selain itu, orangtua dari anak difabel juga perlu mendapatkan pendampingan karena mereka memiliki juga memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan anak difabel yang berbeda-beda.
"Misalnya yang fisik atau mungkin yang tuli atau yang lainnya itu tentu pendekatannya berbeda-beda ini yang kedua ya," tutur Atikoh.
Karena itu, ketika anak difabel masih menempuh pendidikan, orangtua atau guru harus memberikan pendidikan sesuai dengan karakter mereka.
Anak tunanetra misalnya, memiliki kelebihan di bidang musik. Maka mereka diberikan pembekalan untuk menjadi musisi.
Sementara, anak difabel fisik biasanya dibekali pengetahuan dan keahlian di bidang teknologi yang tidak mengharuskan aktivitas fisik.
"Tetapi (kerja) di belakang layar, dia dibekalinya itu adalah IT atau hal-hal misalnya di e-commerce tapi dia bagian admin seperti itu," tutur Atikoh.
Atikoh mengakui, meski sudah ada dasar hukum yang mengafirmasi (menerima) kelompok difabel di dalam dunia kerja dengan prosentase yang ditentukan dari jumlah keseluruhan karyawan.
Namun, banyak perusahaan yang tidak memaksimalkan potensi penyandang difabel dan sekadar menerima mereka di lingkungan kerja namun petenis mereka tidak digali.
"Kemarin ketika hari disabilitas salah satu keluhan atau aspirasi dari teman-teman juga seperti itu. Jadi kemudian dari sisi kompetisi terkait dengan jenjang karier," ujar Atikoh.
Adapun kedatangan Atikoh di Madiun merupakan bagian dari rangkaian kegiatan safari politiknya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Agenda dimulai dari Semarang, Jawa Tengah, lalu dilanjutkan ke Solo dan Madiun. Setelah itu, perjalanan Atikoh bakal berlanjut di sejumlah kota hingga Rabu (20/12/2023).
https://nasional.kompas.com/read/2023/12/18/08484821/atikoh-ganjar-sebut-ada-sekolah-inklusif-sekadar-formalitas-karena-belum