JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis menyinggung masalah ongkos politik di Indonesia yang begitu besar hingga mencapai miliaran rupiah.
Menurut Romo Magnis, ongkos politik yang tinggi membuat wakil rakyat banyak diisi oleh orang super kaya dan orang yang mendapat sponsor. Hal ini membuat kepentingan rakyat kecil, termasuk nelayan dan petani kecil, sangat berpotensi terpinggirkan.
"Partai yang membela petani kecil, nelayan kecil, orang yang hidup dari pinggir jalan di daerah-daerah yang tertinggal dan sebagainya, kita tidak punya partai yang mementingkan mereka," kata Romo Magnis dalam diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023).
"Itu juga ada kaitan dengan kenyataan bahwa menjadi politisi begitu mahal karena harus bayar Rp 4-6 miliar," imbuhnya.
Ia lantas membandingkan ongkos politik di Indonesia dengan negara lain. Di Jerman misalnya, ongkos politik yang dibutuhkan seseorang untuk duduk di kursi parlemen hanya sekitar 13.000 euro atau setara dengan Rp 200 juta.
Ia lalu membayangkan perlu berapa lama seseorang dengan pendapatan rata-rata mampu duduk di kursi parlemen dengan biaya yang tinggi tersebut.
"Gaji saya terakhir waktu jadi profesor itu Rp 5,5 (juta). Itu bukan miliar, (tapi) juta. Berapa bulan, berapa tahun saya tidak boleh makan, supaya bisa mencalonkan diri menjadi anggota partai?" ucap Romo Magnis.
Kondisi ini kata Romo Magnis, membuat parlemen banyak diisi dengan orang yang memiliki kepentingan tertentu. Jika bukan orang kaya, anggota partai yang duduk di kursi parlemen dengan sponsor hanya akan berpikir bagaimana caranya mengembalikan sponsor yang diterima jika sudah terpilih.
Dengan begitu, kepentingan rakyat kecil tidak bisa tertampung dengan baik.
"Saya tidak mengatakan orang kaya masuk DPR itu orang korup, tidak. Tapi bagaimana dia bisa mewakili orang kecil. Orang hanya bisa masuk ke dalam politik kalau dia setengah mati kayanya, atau punya sponsor," jelas Romo.
Sebagai informasi, ongkos politik dengan nilai fantastis di Indonesia sempat menjadi perbincangan. Hal ini diawali oleh pernyataan calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
Pada Agustus 2023 lalu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyatakan politik uang masih terjadi. Bahkan, ia menyebut biaya untuk menjadi anggota Dewan masih cukup besar.
“Politik uang, yang kaya yang berkuasa, yang menang yang punya duit, itu terbukti di lapangan dengan baik,” ujar Muhaimin saat dalam acara Pidato Kebudayaan di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Bagi Muhaimin, situasi itu membuat DPR RI sangat sulit diisi oleh lebih banyak anggota Dewan yang berlatar belakang sebagai seorang aktivis.
Ia lantas menyinggung biaya politik yang sangat besar untuk calon anggota legislatif (caleg) yang maju dari DKI Jakarta.
“Di Jakarta ini, teman-teman saya yang jadi tiga sampai empat kali (anggota DPR RI), itu kira-kira buat orang NU (Nahdlatul Ulama) akan sangat tidak mungkin jadi DPR dari DKI Jakarta,” tuturnya.
“Cost-nya sekitar Rp 40 miliar. Ada yang (mengeluarkan biaya) Rp 20 miliar, enggak jadi. Ada yang Rp 25 miliar enggak jadi,” sambung dia.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/14/15363921/romo-magnis-singgung-politik-uang-di-ri-terlalu-mahal-sulit-wakili-orang