JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa sembilan hakim konstitusi terbukti melanggar kode etik berupa prinsip kepantasan dan kesopanan dalam penanganan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Atas pelanggaran ini, para hakim dijatuhi sanksi berupa teguran lisan.
Putusan itu diketuk oleh MKMK dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).
“Para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.
"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada para hakim terlapor," lanjut Jimly.
MKMK menyatakan, telah terjadi kebocoran rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Kebocoran rahasia ini berpijak dari reportase Majalah Tempo edisi 22 Oktober 2023 bertajuk "Skandal Mahkamah Keluarga", beberapa hari setelah perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 diputus.
Artikel tersebut mengurai secara rinci peristiwa yang terjadi dalam RPH. Menurut Majalah Tempo, informasi diperoleh dari dua narasumber, salah satunya petinggi MK.
Akan tetapi, dari hasil penelusuran MKMK, seluruh hakim konstitusi mengaku tak mengetahui siapa oknum yang membocorkan informasi rahasia RPH.
"Namun demikian, Majelis MKMK meyakini bahwa kebocoran informasi boleh jadi terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja dilakukan oleh hakim konstitusi, meskipun tak cukup bukti untuk mengungkap kebocoran informasi pengambilan putusan dalam RPH dimaksud," kata Jimly.
"Akan tetapi secara kolektif hakim konstitusi dianggap memiliki kewajiban hukum dan moral untuk menjaga agar informasi rahasia yang dibahas dalam RPH tidak bocor keluar," tambahnya.
Selain itu, MKMK menyatakan, sembilan hakim konstitusi membiarkan terjadinya konflik kepentingan dalam penananganan uji materi nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Praktik pelanggaran benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar," ucap Jimly.
"Karena, para hakim terlapor secara bersama-sama membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat mengingatkan antar hakim, termasuk terhadap pimpinan, karena budaya kerja yang ewuh pekewuh, sehingga kesetaraan antar hakim terabaikan, dan praktik pelanggaran etika biasa terjadi," jelasnya.
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
Padahal, dalam perkara nomor 90 itu, pemohon bernama Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000, mengakui dirinya adalah pengagum Wali Kota Solo yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming.
Almas berharap, Gibran bisa maju pada Pilpres 2024 walaupun usianya belum memenuhi ketentuan minimum 40 tahun.
Total, MK telah menerima secara resmi 21 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
MKMK membacakan putusan ini sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/07/17084351/9-hakim-mk-langgar-etik-karena-bocorkan-isi-rph-disanksi-teguran-lisan