Dalam sidang pemeriksaan pelapor di MKMK, Jimly mengaku tak pernah terpikir hal seperti itu bisa dilakukan.
"Hal baru ini. Anda tidak kepikiran ini, pengajuan judicial review terhadap undang-undang yang baru diputus kemarin," kata Jimly, Kamis (2/11/2023).
Yang membuatnya lebih terkejut, gugatan itu diregistrasi oleh MK.
"Kalau sudah diregistrasi, harus disidang. Anda bisa membayangkan, kan, kreatif itu," ucapnya.
Pemohon itu adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama (NU) Indonesia, Brahma Aryana (23).
Brahma meminta, frasa baru yang ditambahkan MK, yaitu "atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pilkada" dinyatakan inkonstitusional dan diganti menjadi lebih spesifik, yakni hanya jabatan gubernur.
"Sehingga bunyi selengkapnya 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pilkada pada tingkat daerah provinsi'," kata Brahma dalam gugatannya, dikutip dari situs resmi MK, Senin (30/10/2023).
Ia mempersoalkan, dalam penyusunan putusan itu, 5 hakim konstitusi yang setuju mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pun tak bulat pandangan.
Dari 5 hakim itu, hanya 3 hakim (Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah) yang sepakat bahwa anggota legislatif atau kepala daerah pada semua tingkatan, termasuk gubernur, berhak maju sebagai capres-cawapres di bawah 40 tahun.
Namun, 2 hakim lainnya (Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh) sepakat hanya kepala daerah setingkat gubernur yang berhak.
Menurutnya, ini dapat menimbulkan persoalan ketidakpastian hukum karena adanya perbedaan pemaknaan.
Karena, jika dibaca secara utuh, maka hanya jabatan gubernur lah yang bulat disepakati 5 hakim tersebut untuk bisa maju sebagai capres-cawapres.
"Yang setuju pada tingkat di bawah gubernur hanya 3 hakim konstitusi, sementara yang setuju pada tingkat gubernur 5 hakim konstitusi," kata Brahma.
Ia menegaskan, frasa baru pada Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu seharusnya inkonstitusional karena hanya berdasarkan 3 suara hakim dari 5 suara hakim yang dibutuhkan.
Sidang pemeriksaan pendahuluan atas perkara ini akan dihelat Rabu (8/11/2023), bersamaan dengan hari terakhir pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti.
Pengacara Brahma, Viktor Santoso Tandiasa, meminta MK menggelar sidang cepat hanya dalam 1 hari untuk membuat putusan, seperti yang pernah dilakukan MK pada perkara 102/PUU-VII/2009.
Adapun, jika gugatan Brahma dikabulkan, maka bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto yang diusung Koalisi Indonesia Maju, Gibran Rakabuming Raka, berpotensi tidak memenuhi syarat sebab putra Presiden Joko Widodo berusia 36 tahun itu masih berstatus wali kota.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/02/14005331/jimly-puji-kreativitas-mahasiswa-universitas-nu-yang-gugat-putusan-mk-soal