Menurutnya, apakah usul itu bisa dilaksanakan atau tidak tergantung pada putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang saat ini sedang melangsungkan pemeriksaan terkait laporan dugaan pelanggaran etik.
"Semua (hakim di-reshuffle) ya? Tunggu saja nanti apa kata MKMK," kata Anwar Usman saat ditemui jelang diperiksa MKMK, Selasa (31/10/2023).
Ditanya apakah dirinya setuju dengan usul Arief, Anwar menyebut bahwa persoalan itu bukan perkara persetujuannya.
"Ya, apa kata MKMK, bukan setuju atau tidak setuju," ujarnya.
Sebelumnya, Arief Hidayat melontarkan usul perombakan komposisi hakim konstitusi buntut Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang secara kontroversial membolehkan pejabat hasil pemilihan umum (pemilu) maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) meski belum memenuhi ketentuan usia minimum 40 tahun.
"Dalam benak saya, terakhir-terakhir ini mengatakan, sepertinya kok Mahkamah Konstitusi sembilan-sembilan hakimnya kok harus di-reshuffle. Sampai pada titik itu," kata Arief ketika dikonfirmasi Kompas.com pada Senin (30/10/2023).
"Karena kebuntuan saya, bagaimana harus menjaga marwah ini. Dalam hati saya mengatakan itu (perlu reshuffle)," ujarnya.
Arief Hidayat mengaku khawatir bahwa MK saat ini tidak bisa melalui berbagai kritik publik akibat putusan yang dianggap sarat konflik kepentingan tersebut.
Sementara itu, ia mengatakan, MK nantinya akan bertugas mengadili sengketa atau perselisihan hasil pemilihan umum.
"Apa iya ya, kita mampu pulih. Kalau tidak mampu pulih, apa kita memang bersembilan memang harus di-reshuffle," kata Arief.
Arief Hidayat lantas mengaku siap di-reshuffle dan berharap agar delapan hakim konstitusi lainnya juga memiliki kesiapan yang sama.
Apalagi, MK didirikan 20 tahun lalu sebagai amanat Reformasi yang menginginkan Indonesia terbebas dari korupsi, kolusi, dan juga nepotisme.
"Kalau ini keinginan Bangsa Indonesia untuk me-reshuffle, bagi saya ya saya kira tidak apa-apa," ujar Arief.
"Mahkamah Konstitusi itu anak kandung dari reformasi yang mencoba menjadi penafsir konstitusi dalam rangka menghilangkan korupsi, kolusi dan nepotisme. Ini harus diberantas, ini tidak boleh lagi hidup di Indonesia. Tapi kok ini ada kecenderungan ke situ," katanya lagi.
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi), Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini pun menjadi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya hampir tiga tahun.
Pasangan Prabowo-Gibran kemudian didaftarkan sebagai peserta Pilpres 2024 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada 25 Oktober 2023.
Namun, Anwar Usman telah membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara tersebut.
Walaupun, pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju putusan nomor 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu singkat.
Arief Hidayat menjadi salah satu hakim konstitusi yang paling lantang berseberangan dengan mayoritas hakim dalam putusan itu.
Ia pun dilaporkan ke Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang dibentuk untuk mengusut pelanggaran etik dalam perkara ini, meskipun laporan pelanggaran etik terbanyak masih dipegang oleh Anwar Usman.
Saat ini, MKMK telah menerima 18 laporan resmi, dengan Anwar menjadi pihak terlapor paling banyak.
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/31/17084041/anwar-usman-jawab-hakim-arief-hidayat-soal-usul-reshuffle-majelis-hakim-mk