Salin Artikel

Sumpah Pemuda Era Kini

Ya, menjadi semacam rutinitas tahunan untuk memaknai tonggak dan peristiwa bersejarah yang pernah ditorehkan oleh para pemuda, pendiri bangsa.

Wajar kemudian momentum itu terus dimaknai oleh generasi sekarang, karena dari titik itulah cikal bakal Indonesia digagas dan dimulai.

Kala itu, intelektual muda bumiputera atau pribumi merasa berkepentingan untuk membangun komitmen bersama, yang termanifestasi dalam ikrar Sumpah Pemuda, pada 28 Oktober 1928.

Sumpah itu merupakan kesepakatan kolektif para pemuda yang merasa senasib, karena sama-sama dalam pasungan kolonialisme atau penjajahan.

Ikhtiar itu ternyata efektif, menjadi energi besar yang terus menggelinding dan titik kulminasinya adalah proklamasi kemerdekaan negara baru; Indonesia, pada 17 Agustus 1945.

Komitmen kebangsaan lewat Sumpah Pemuda itulah yang mempersatukan, meski sejatinya orang-orang di Nusantara adalah entitas dalam banyak perbedaan.

Hanya sedikit —bila tidak mau dikatakan tak ada— negara di dunia ini yang memiliki sub-etnik, pulau, bahasa dan kultur beragam sebesar Indonesia, dan mau hidup bersama dalam satu rumah besar negara-bangsa.

Sungguh digdaya, tuah atau pengaruh Sumpah Pemuda itu terhadap perjalanan hidup dan peradaban sekumpulan manusia yang tinggal di garis khatulistiwa.

Suatu cerita bagaimana ikrar yang dikumandangkan bersama dan dijalankan dengan konsisten, kemudian terjaga dan meretas dalam setiap sanubari anak-anak bangsa, dari generasi ke generasi.

Cerita sukses dari komitmen kolektif itu tentu saja penting untuk kemudian dimaknai kembali atau spirit-nya diduplikasi oleh pemuda era kekinian.

Namun generasi hari ini jangan mau sekadar kembali dalam romantisme sejarah masa lalu, hingga hanya ada dalam ritual simbolis peringatan Sumpah Pemuda, dan selanjutnya berjarak dengan realitas.

Faktanya, sebagai satu bangsa dan Tanah Air yang besar, saat ini kita ada dalam tantangan, ancaman dan problem kebangsaan yang tentu telah jauh berbeda dengan era sebelum atau pada awal kemerdekaan.

Karena itu pula, komitmen kolektif yang mau dibangun guna memaknai peristiwa Sumpah Pemuda masa lalu, dapat diletakkan dalam kerangka untuk menyikapi berbagai problem kebangsaan saat ini.

Tidak mesti pula itu dilakukan dalam satu acara atau kegiatan seremonial yang kerap minim substansi.

Komitmen itu bisa mencakup komitmen, sikap dan perilaku personal kita, para pemuda Indonesia, yang bila sebaliknya tidak dijaga dan dikelola dengan baik akan memberikan insentif yang buruk terhadap kelangsungan atau kemajuan bangsa dan negara.

Pertama, adalah terhadap perilaku koruptif. Ini biang kerok atau pangkal utama hingga bangsa kita masih sulit untuk 'move on' dan berjaya. Perilaku buruk ini seperti telah membudaya, terjadi di berbagai kalangan, lintas generasi, gender dan di semua strata sosial.

Mulai dari pejabat tinggi negara sampai juru parkir, dari penjahat kambuhan yang menilep jatah hasil curian komplotannya, hingga tokoh agama yang korupsi dana umat. Dari anak muda yang lagi berbinar penuh prestasi, hingga orangtua yang sudah bau tanah.

Korupsi adalah perilaku personal, tapi kerap pula dilakukan secara berjamaah atau sindikat. Membuat anggaran bagi kesejahteraan publik yang memang masih minim, disunat sana-sini, memperkaya diri, dan rakyat ibaratnya hanya kebagian tulang atau ampas.

Dampak perilaku koruptif menjadikan sampai kini masih banyak anak-anak bangsa yang bahkan baju seragam sekolahnya lebih dekil dan kotor dari kain lap yang dipakai untuk membersihkan mobil para pejabat.

Atau bersekolah atau ruang kelas yang lebih mirip kandang ternak, sungguh memprihatinkan.

Korupsi telah menyengsarakan rakyat, membuat Indonesia masih jauh dari merdeka yang substantif.

Kedua, adalah perilaku buruk terhadap lingkungan. Ini satu problem yang kian mengkhawatirkan. Kita akan dengan mudah melihat anak-anak muda dengan gampangnya membuang sampah sembarangan.

Bahkan itu bisa terjadi atau dilakukan di bawah papan atau spanduk yang bertuliskan "Jangan Buang Sampah di Sini, atau “Jagalah Kebersihan".

Sering kali usai acara atau kegiatan mahasiswa dan pemuda, baik itu acara seminar hingga acara keagamaan, sampah terlihat berserakan di mana-mana, terinjak-injak tanpa ada yang peduli.

Kerap kita lihat di jalan raya, ada yang membuang sampah lewat jendela mobilnya. Sesuatu yang ironi, karena pemilik mobil itu rata-rata mengenyam sekolah atau dari kalangan orang terdidik.

Sampah yang dibuang sembarangan tidak saja mengotori pemandangan, tapi juga membuat mampet saluran air dan menyebabkan banjir atau genangan air, yang akhirnya dapat merusak fasilitas publik atau menjadi rumah bagi berbagai sumber penyakit.

Sampah plastik bahkan bila tercecer ke laut, aliran sungai dan danau, mencemari atau merusak ekosistem dan lingkungan hidup. Sampah plastik butuh ratusan tahun untuk dapat diurai oleh alam.

Ini belum terhitung berbagai perusahaan yang di antaranya juga dimiliki pengusaha muda, yang membuang limbah industrinya ke sungai dan laut. Semua mengancam kehidupan hari ini dan esok nanti.

Ketiga, adalah kejahatan narkotika. Ini adalah persoalan serius yang bisa menghancurkan satu generasi. Sama seperti korupsi, korban dan kejahatan narkotika juga melibatkan berbagai kalangan, dan dampaknya sangat destruktif, juga menjadi pangkal terjadinya sejumlah kejahatan atau tindakan kriminal.

Narkotika telah merampas kebahagiaan banyak keluarga dan masa depan anak-anak muda Indonesia, menaik turunkan produktivitas dan daya saing. Korban narkotika menjadi beban masyarakat dan negara.

Keempat, adalah radikalisme dan terorisme. Ini menjadi ancaman serius bagi kesatuan bangsa.

Radikalisme tumbuh subur akibat cara pandang yang sempit. Menempatkan diri atau kelompoknya dalam posisi paling benar dari orang atau kelompok lain.

Sementara terorisme adalah tindakan kriminal atau kekerasan yang didasarkan atas pemahaman yang radikal itu. Radikalisme memang tidak selalu menghasilkan aksi terorisme, tetapi aksi terorisme selalu berakar dari pemahaman atau ideologi radikal.

Radikalisme dan terorisme faktanya telah tumbuh dan berkembang di Tanah Air, memicu lahirnya intoleransi dan arogansi kelompok yang sering pula berujung pada konflik, kekerasan dan perseteruan yang merusak perdamaian dan kohesi sosial.

Paham semacam ini tentu tidak bisa dibenarkan, dan harus dilawan atau ditolak eksistensinya karena sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Kelima, menyebarkan hoax atau fitnah lewat media sosial. Ini adalah satu problem mendasar yang kerap memicu terjadinya polarisasi dan pertikaian atau konflik di masyarakat, yang tentu saja mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Majunya teknologi digital lewat platform media sosial yang beragam, ternyata belum berbanding lurus dengan kapasitas para penggunanya. Sehingga alih-alih digunakan kalangan muda untuk produktif, yang terjadi justru kontraproduktif, jempol lebih capat merespons daripada nalar atau otak.

Ini tentu perlu disadari bersama, generasi muda kekinian harus adaptif dan menjadi pengguna media sosial yang bijak. Ruang dunia maya juga mesti sehat, cerah dan menginspirasi.

Keenam, kurangnya etos kerja. Salah satu persoalan utama yang selama ini juga turut menarik turunkan produktivitas serta daya saing bangsa. Minimnya etos kerja anak-anak muda dapat dilihat dengan mudah dalam aktivitas keseharian.

Tidak disiplin, datang terlambat, kurang inovasi atau miskin kreativitas, nongkrong habiskan waktu untuk ngobrol ngalor-ngidul, hingga anak sekolah atau mahasiswa yang malas belajar dan suka bolos, adalah pangkal dari minimnya komitmen dan etos kerja.

Kultur atau vibes yang tentu saja tidak kondusif bagi kemajuan anak muda sebagai satu entitas bangsa.

Dampaknya bisa dilihat, banyak anak-anak muda yang tinggal di daerah-daerah yang relatif kaya sumber daya alamnya, tapi kehidupannya miskin dan tertinggal.

Masih kurangnya perhatian juga dukungan pemerintah, pusat dan daerah memang turut menjadi soal, tapi ketiadaan komitmen dan etos kerja dalam diri pemuda masa kini juga menjadi problem yang mendasar.

Lantas untuk menyikapi realitas yang ada, apa upaya atau langkah minimal yang bisa dilakukan pemuda?

Sudah barang tentu dalam memaknai hari Sumpah Pemuda, komitmen kolektif kekinian itu bisa dilakukan. Yakni dengan bersumpah dan berjanji pada diri, untuk menjadi pribadi yang lebih baik, sehingga mampu berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara.

"Kami pemuda-pemudi Indonesia, bersumpah dan berjanji: tidak akan korupsi; selalu menjaga lingkungan hidup dengan tidak membuang sampah atau limbah sembarangan; tidak akan memakai narkotika; menolak paham radikalisme dan terorisme; melawan hoaks; serta akan meningkatkan etos kerja untuk Indonesia yang lebih baik, maju dan bermartabat".

Nah, setelah membaca kalimat atau paragraf di atas dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati, artinya kita baru saja secara kolektif mengikrarkan sumpah dan janji bersama sebagai bentuk komitmen pemuda Indonesia yang hidup di era kekinian.

Semoga terpatri dalam diri masing-masing dan kita konsisten dalam menjalankannya. Selamat hari Sumpah Pemuda, maju dan jaya pemuda Indonesia.

https://nasional.kompas.com/read/2023/10/28/09141801/sumpah-pemuda-era-kini

Terkini Lainnya

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Nasional
KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

Nasional
Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena 'Mark Up' Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena "Mark Up" Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke