JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur berbuntut panjang. Ayah Ronald Tannur, Edward Tannur, ikut terdampak.
Kini, kiprah Edward Tannur sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terancam. Oleh PKB, Edward dijatuhi sanksi penonaktifkan dari kursi anggota dewan.
Edward dinonaktifkan dari jabatannya sebagai anggota Komisi IV DPR RI terhitung sejak Minggu (8/10/2023).
“Kami dari DPP PKB memutuskan sejak malam ini untuk menonaktifkan saudara Edward Tannur dari semua tugasnya di komisi,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKB Hasanuddin Wahid di kawasan Kota Malang, Jawa Timur, Minggu (8/10/2023).
“Dalam konteks ini, namanya sanksi, kami jatuhkan pencabutan dia dari anggota komisinya dan besok PKB ajukan surat pencabutan dari komisinya itu di DPR,” ujarnya lagi.
Hasanuddin menjelaskan, penonaktifan Edward tak lepas dari kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan putranya. PKB ingin Edward fokus menuntaskan perkara tersebut.
“Karena kami sangat prihatin terjadi hal semacam itu dan hati kami ada di korban,” ujarnya.
PKB, kata Hasanuddin, bakal meminta Edward menghadapi kasus yang menyeret putranya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Ia pun memastikan bahwa PKB tidak akan mengintervensi proses hukum yang berlangsung terhadap Ronald.
“Ini bentuk sanksi kami sembari kami beri kesempatan atas persoalan yang terjadi, agar dia segera membantu sebisa mungkin persoalan bisa selesai secara hukum,” tuturnya.
Kiprah Edward Tannur
Sebelumnya, Edward Tannur menjabat sebagai anggota Komisi IV DPR RI, komisi yang membidangi pertanian, lingkungan hidup dan kehutanan, serta kelautan.
Pada Pemilu 2019, Edward mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) PKB dari daerah pemilihan (dapil) Nusa Tenggara Timur II yang meliputi wilayah Pulau Sumba dan Pulau Timor, beranggotakan 11 kabupaten dan Kota Kupang.
Sementara, pendidikan sarjana hukum ditempuh Edward di Universitas PGRI Kupang selama 2006-2009.
Sebelum terjun ke politik, Edward mengembangkan usaha di bidang jasa konstruksi.
Edward juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Timor Tengah Utara selama 2004-2007. Kala itu, ia duduk di Komisi C.
Dugaan penganiayaan
Sebelumnya diberitakan, seorang perempuan berinisial DSA meninggal usai mengunjungi diskotek di Surabaya pada Rabu (4/10/2023).
Diduga, wanita asal Sukabumi, Jawa Barat, itu dianiaya kekasihnya, Ronald Tannur, hingga tewas. Tetapi, Polisi masih menyelidiki penyebab kematian, termasuk mendalami dugaan penganiayaan terhadap DSA.
Menurut Kanitreskrim Polsek Lakarsantri, Iptu Samikan, kejadian itu berawal ketika perempuan tersebut menikmati minuman keras (miras) bersama kekasihnya yang berinisial RT dan sejumlah teman di diskotek tersebut.
Kemudian, perempuan itu dan kekasihnya bertengkar di sekitar area diskotek tersebut. Tak lama, mereka memutuskan pergi menggunakan mobil ke apartemen Jalan Puncak Indah Lontar.
“Iya bertengkar, terus mau masuk apartemen kondisinya (korban) sudah enggak berdaya," kata Samikan, ketika dihubungi melalui telepon.
Setelah kejadian penganiayaan, wanita tersebut dibawa oleh kekasihnya ke Rumah Sakit Nasional Hospital Surabaya. Namun, korban sudah dalam kondisi tidak bernyawa ketika akan ditangani.
Jenazah korban langsung dirujuk ke RSUD dr. Soetomo untuk dilakukan otopsi karena kematian DSA dianggap janggal.
Kini, Ronald Tannur telah ditetapkan sebagai tersangka. Ronald dijerat pasal tentang penganiayaan yang termaktub dalam Pasal 351 KUHP ayat 3 dan Pasal 359 KUHP.
(Penulis: Tatang Guritno | Editor: Novianti Setuningsih)
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/09/12513431/gara-gara-ulah-anaknya-edward-tannur-dinonaktifkan-dari-komisi-iv-dpr-ri