JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan layanan prioritas kepada lima korban eksil 1965 yang ingin “pulang” ke Tanah Air dalam waktu tertentu.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan, lima orang tersebut mendapatkan layanan visa, izin tinggal, dan izin masuk kembali secara gratis.
Korban merupakan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang dikirim pemerintahan Soekarno untuk belajar ke luar negeri. Namun, mereka tidak bisa pulang imbas tragedi 1965.
“Korban peristiwa pelanggaran HAM berat diberikan tarif nol rupiah atas layanan keimigrasian,” ucap Yasonna dalam kunjungannya di Ceko bersama Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Senin (28/8/2023).
Yasonna mengatakan, jumlah tersebut merupakan data eksil yang mendapatkan layanan keimigrasian per 28 Agustus sejak program ini diluncurkan pada 27 Juni 2023 di Pidie, Aceh.
Beberapa dari mereka mendapatkan izin tinggal terbatas (Itas) sementara lainnya mendapatkan fasilitas Multiple Entry Visa.
Adapun lima orang itu adalah Ing. Jaroni Soejomartono, berupa Izin Tinggal Terbatas (ITAS) yang berlaku selama 1 tahun dan Prof. Sudaryanto Yanto Priyono, berupa Izin Tinggal Terbatas (ITAS) yang berlaku selama 1 tahun.
Kemudian, Sri Budiarti Tunruang, berupa Visa Kunjungan Beberapa Kali Perjalanan (Multiple Visa) dengan masa berlaku 5 tahun.
Lalu, Wahjuni Kansilova, berupa Multiple Visa dengan masa berlaku 5 tahun, Siswartono Sarodjo Multiple Visa dengan masa berlaku 5 (lima) tahun.
Adapun Yasonna telah menerbitkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-05.GR.01.01 Tahun 2023 tentang Layanan Keimigrasian bagi Korban Peristiwa HAM yang Berat.
Pihaknya mensyaratkan, eks korban eksil 1965 yang ingin mendapatkan fasilitas itu harus mendapatkan surat rekomendasi dari Menko Polhukam bahwa mereka merupakan korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Kemenkumham menjamin layanan prioritas jika ingin kembali ke Indonesia,” ujar Yasonna.
Menurut Yasonna, layanan prioritas itu bisa diakses korban eksil 1965 di Ceko ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Ceko.
KBRI nantinya akan meneruskan permohonan itu agar dapat rekomendasi dari Menko Polhukam Mahfud MD.
“Dari 14 eks Mahid di Ceko, 13 di antaranya memiliki kewarganegaraan Ceko sedangkan satu orang lagi kewarganegaraan Indonesia,” tutur Yasonna.
Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, saat ini terdapat 139 orang eks Mahid. Sebanyak 138 di antaranya tersebar di 10 negara Eropa dan satu orang lainnya di Asia.
Korban eksil 1965 paling banyak menetap di Belanda dengan jumlah 67 orang, disusul Ceko 14 orang.
Di Rusia, terdapat 1 orang korban eksil 1965 namun ada 38 orang keturunan eksil. Di luar Eropa, satu-satunya eks Mahid tinggal di Suriah.
Sampai saat ini, beberapa korban eksil 1965 kerap mengungkapkan keinginannya meninggal di Indonesia.
Kebanyakan dari mereka telah berusia lanjut sekitar 80 tahun. Salah satu dari mereka yang ingin dimakamkan di Indonesia sedang menderita sakit keras.
Adapun kebijakan bagi korban eksil 1965 ini merupakan implementasi dari perintah presiden Joko Widodo agar untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu secara non yudisial, tanpa menghentikan proses hukum.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/29/10351641/yasonna-sebut-lima-korban-eksil-1965-sudah-dapat-fasilitas-keimigrasian