JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis mati mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Hukuman mantan jenderal bintang dua Polri itu dianulir menjadi penjara seumur hidup.
Dalam putusannya, Majelis Hakim MA mempertimbangkan sejumlah hal, di antaranya pengabdian Sambo selama puluhan tahun di institusi Polri.
“Karena bagaimanapun terdakwa saat menjabat sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan jabatan terakhir sebagai Kadiv Propam pernah berjasa kepada negara dengan berkontribusi ikut menjaga ketertiban dan keamanan serta menegakkan hukum di Tanah Air,” demikian pertimbangan hakim dalam salinan putusan yang diterima Kompas.com, Senin (28/3/2023).
“Terdakwa telah mengabdi sebagai anggota Polri kurang lebih 30 tahun,” lanjut pertimbangan hakim.
Tak hanya itu, oleh hakim, Sambo juga disebut telah mengakui kesalahannya dan siap bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan.
“Sehingga selaras dengan tujuan pemidanaan yang ingin menumbuhkan rasa penyesalan bagi pelaku tindak pidana,” sebut hakim.
Menurut hakim, Ferdy Sambo memang terbukti bersalah karena memerintahkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E menembak Brigadir J. Namun, hal itu dipicu oleh peristiwa di Magelang, Jawa Tengah.
Peristiwa di Magelang tersebut disebut mengguncang jiwa Sambo karena menyangkut harkat dan martabat serta harga diri keluarga, sehingga ia marah besar kepada Yosua.
Meski tak dapat dibuktikan peristiwa apa yang sesungguhnya terjadi di Magelang, menurut hakim, hal itu tak dapat menghilangkan perbuatan pidana Sambo.
“Hal tersebut tetap dipertimbangkan dalam menjatuhkan pidana yang adil bagi terdakwa dilihat dari segi alasan mengapa terdakwa melakukan tindak pidana karena telah menjadi fakta hukum di persidangan,” demikian pertimbangan hakim.
“Bahwa dengan pertimbangan tersebut, dihubungkan dengan keseluruhan fakta hukum perkara a quo, maka demi asas kepastian hukum yang berkeadilan serta proporsionalitas dalam pemidanaan, terhadap pidana mati yang telah dijatuhkan judex facti kepada terdakwa perlu diperbaiki menjadi pidana penjara seumur hidup,” lanjut hakim.
Tak terima atas vonis tersebut, Sambo mengajukan banding. Namun, banding tersebut ditolak dan malah diperkuat oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Belum puas, Sambo mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Oleh MA, hukumannya diringankan menjadi seumur hidup penjara.
Tak hanya Sambo, hukuman empat pelaku lainnya dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua juga didiskon oleh Hakim MA.
Melalui putusan kasasi, MA meringankan hukuman istri Sambo, Putri Candrawathi, dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara.
Lalu, asisten rumah tangga (ART) Sambo dan Putri, Kuat Ma’ruf, hukumannya dikorting dari 15 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara.
Sedangkan hukuman mantan ajudan Sambo, Bripka Ricky Rizal, dipangkas dari penjara 13 tahun menjadi 8 tahun.
Sambo dkk diadili oleh lima Hakim MA yakni Hakim Agung Suhadi sebagai Ketua Majelis, bersama empat anggotanya yaitu Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana. Putusan MA tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi pada Selasa (8/8/2023).
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/28/15592601/30-tahun-mengabdi-di-polri-jadi-alasan-ma-batalkan-vonis-mati-ferdy-sambo