Salin Artikel

Muhidin Mohamad Said: Arah Peta Kebijakan APBN 2024 Sudah Tepat

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muhidin Mohamad Said menilai arah kebijakan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2024 yang didesain pemerintah sudah tepat.

Hal itu disampaikan oleh Muhidin kepada Kompas.com, Rabu (6/6/2023).

Dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Kamis (6/4/2023), pemerintah telah menentukan empat arah desain kebijakan APBN 2024 yang meliputi penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM), pembangunan infrastruktur, peningkatan nilai tambah sumber daya alam (SDA), serta penguatan deregulasi dan institusi.

Seluruh arah tersebut bertujuan untuk menghapus kemiskinan ekstrem, penurunan stunting atau tengkes, peningkatan investasi, dan pengendalian investasi.

Muhidin mengatakan, penguatan kualitas SDM sendiri memang menjadi fokus pemerintah saat ini. Sebab, Indonesia akan menghadapi puncak bonus demografi pada 2028 hingga 2030 yang mana fenomena ini sebenarnya sudah mulai terasa sejak 2012.

“Berbagai program pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial yang dibuat pemerintah merupakan upaya untuk menghadapi bonus demografi. Anggara kebutuhan tersebut pun terus dinaikkan sesuai dengan amanat undang-undang dengan sektor pendidikan dan kesehatan masing-masing mendapatkan alokasi minimal 20 persen dan 5 persen dari total belanja negara,” ujarnya.

Meski begitu, ia menyoroti kinerja pihak terkait, seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang belum begitu optimal sehingga efek pemanfaatan bonus demografi tidak terlihat jelas.

“Padahal, jumlah generasi milenial dan generasi Z (Gen-Z) tengah mendominasi populasi penduduk Indonesia. Jumlahnya mencapai lebih dari 60 persen. Kami mendorong supaya pemerintah bisa terus meningkatkan kualitas belanjanya, terutama Kemendikbud Ristek sehingga upaya meningkatkan kualitas SDM terlihat,” imbuh Muhidin.

Hal serupa, lanjut Muhidin, juga terjadi pada sejumlah proyek strategis nasional (PSN) yang tak kunjung rampung sehingga manfaatnya bagi perekonomian nasional belum optimal. Kondisi ini tergambar jelas dari indeks infrastruktur Indonesia yang berada di posisi 52 dari 63 negara.

Maka dari itu, kata dia, Banggar DPR dan pemerintah akan duduk bersama untuk mengurai alasan keterhambatan proyek tersebut dan menemukan solusinya. Sebab, ada banyak faktor yang menyebabkan kondisi demikian terjadi, antara lain faktor anggaran dan teknis.

Jika persoalannya anggaran, ia menjelaskan, solusinya bisa dengan memanfaatkan berbagai instrumen yang dimiliki negara saat ini. Sebut saja, obligasi pemerintah, Permodalan Nasional Madani (PNM), Sovereign Wealth Funds (SWF), dan obligasi melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana di lapangan.

“Intinya, kami menginginkan agar proyek-proyek tersebut dapat meningkatan daya saing nasional sehingga peringkat daya saing Indonesia meningkat signifikan,” tuturnya.

Realistis dan optimistis

Dalam rancangan APBN 2024, pemerintah turut memproyeksikan perekonomian nasional pada periode tersebut tumbuh 5,3-5,7 persen secara year-on-year (yoy) dengan inflasi di kisaran 1,5-3,5 persen yoy dan daya tukar rupiah terhadap dollar AS berada sekitar Rp 14.800-Rp 15.400.

Menurut Muhidin, target tersebut, masih realistis. Bahkan, seluruh pihak seyogianya optimistis mengingat Indonesia mampu pulih dari keterpurukan pandemi Covid-19 dalam waktu relatif singkat.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2023 Indonesia pun menunjukkan angka 5,03 persen. Ini terbilang tinggi bila dibandingkan dengan mayoritas negara-negara lain di Eropa dan Asean yang ekonominya masih mengalami perlemahan.

Kinerja APBN per April 2023 juga terjaga positif. Ini ditandai dengan surplus APBN sebesar Rp 234,7 triliun atau 1,12 persen dari produk domestik bruto (PDB), serta penerimaan negara mencapai Rp 1.000,05 triliun atau 40,6 persen dari APBN atau tumbuh 17,3 persen dari periode tahun sebelumnya.

Kemudian, belanja negara tumbuh sebesar Rp 765,8 triliun atau 25 persen dari total belanja 2023 atau naik 2 persen daripada 2022.

“Capaian itu merupakan salah satu prestasi yang mampu dicatatkan pemerintah dan kita patut mengapresiasinya. Hal tersebut juga menjadi bukti bahwa jika kita bersungguh-sungguh dan bekerja keras, serta mampu mengelola risiko dengan baik, kita mampu melampaui target capaian yang telah ditetapkan, meski kondisi ekonomi politik global masih belum ideal,” terangnya.

Meski begitu, ia mengingatkan pemerintah agar tidak terlena dan overoptimistic. Ini mengingat, 2023 masih panjang sehingga tidak tertutup kemungkinan turbulensi ekonomi baru yang dapat memengaruhi APBN 2023 dapat terjadi.

Selain itu, upaya lebih keras juga diperlukan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi pada 2024. Ini mengingat, risiko ekonomi global juga kian meningkat akibat pergolakan dinamika geopolitik.

Maka dari itu, pemerintah perlu menyiapkan mitigasi yang jelas dan akurat serta langkah-langkah strategis yang terukur dalam menghadapi berbagai potensi risiko.

Proyeksi penerimaan negara lewat pajak

Di tengah kisruh perpajakan nasional, Muhidin tetap optimistis bahwa instrumen pendapatan negara tersebut dapat meningkat secara baik pada 2024. Hal serupa juga diharapkan terjadi pada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, pemerintah perlu melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi, serta mendorong penciptaan kondisi yang kondusif bagi sektor industri. Dengan begitu, penambahan nilai pajak dari pelaku industri dapat tercipta.

Terkait intensifikasi, pemerintah juga harus mampu menambah jumlah wajib pajak yang selama ini belum terdata. Dengan mengombinasikan kedua langkah tersebut, rasio pajak nasional akan semakin meningkat dan bisa menembus angka 12 persen dari PDB.

Mitigasi defisit APBN

Hampir setiap TA APBN mengalami defisit. Muhidin menilai bahwa hal ini sebenarnya lumrah karena APBN merupakan alat keuangan negara yang didesain fleksibel. Selisih anggaran mutlak terjadi, tetapi hal ini menunjukkan fleksibilitas kebijakan keuangan negara.

Selain itu, defisit APBN tidak sepenuhnya mengartikan pemerintah tidak mampu mengelola keuangannya. Muhidin menjelaskan bahwa ada kondisi-kondisi tertentu yang membuat prioritasnya berubah demi menjaga perekonomian dan hidup masyarakat.

Pada 2022, defisit APBN mencapai 2,38 persen dari target 4,5 persen. Ini berarti, konsolidasi fiskal lebih cepat dan sangat baik. Sementara pada 2023, defisitnya diharapkan bisa di bawah 3 persen lagi.

Muhidin menuturkan, untuk mewujudkan fiskal yang kuat dan bijak, batas defisit APBN tetap diperlukan. Namun, pengalihannya harus berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai lembaga legislatif yang memiliki fungsi budgeting dan monitoring, Banggar DPR memiliki mekanisme untuk mewujudkan tujuan tersebut tercapai.

“Bagi kami, hal utama bukan sekadar mengurangi defisit APBN, tapi juga bagaimana belanja dan pengeluaran pemerintah efektif dalam mendorong kesejahteraan masyarakat secara luas. Defisit memang harus dijaga tetap aman di bawah 3 persen, tapi dalam waktu bersamaan langkah spending better harus terus ditingkatkan,” jelasnya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/07/06/16524181/muhidin-mohamad-said-arah-peta-kebijakan-apbn-2024-sudah-tepat

Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke