JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap meminta KPK untuk menjelaskan modus dugaan pemotongan uang dinas pegawai KPK terhadap pegawai lainnya.
Diketahui, komisi antirasuah itu menduga akibat ulah pegawainya yang memotong uang perjalanan dinas, negara telah menimbulkan merugi sebesar Rp 550 juta.
“KPK harus jelaskan kepada publik bagaimana modus penilapannya sehingga sistem pertanggungjawaban keuangan KPK yang dikenal ketat dan bagus bisa kecolongan oleh perilaku oknum pegawai tersebut,” kata Yudi kepada Kompas.com, Rabu (28/6/2023).
Yudi berpandangan, krisis integritas oknum pegawai KPK semakin mengkhawatirkan, apalagi setelah sebelumnya ada pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) yang didahului oleh pelecehan seksual kepada istri tahanan, kini ada lagi uang perjalanan dinas ditilap.
Yudi yang pernah belasan tahun bekerja di KPK menilai, perjalanan dinas merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberantasan korupsi yang seharusnya dilakukan secara transparan dan akuntabel.
“Pegawai yang melaksanakan tugas keluar kota tentu mendapatkan uang perjalanan dinas dari instansi sehingga harus jujur berapa pengeluarannya sehingga tidak boleh mark-up apalagi fiktif,” ucap eks penyidik KPK itu.
Yudi menilai, pegawai KPK yang berani menilap uang perjalanan dinas hingga Rp 550 juta merupakan sosok yang berani.
Atas ulahnya itu, menurut dia, sudah seharusnya ada tindakan tegas yang diberikan bukan hanya sanksi etik atau disiplin tapi juga pemecatan serta pemidanaan sebagai bentuk efek jera.
“Kalau tidak, hanya akan jadi bom waktu sebelum permasalahan krisis integritas dan krisis moral menular ke pegawai lain karena meremehkan sanksi yang didapat,” kata Yudi.
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Jenderal KPK, Cahya H. Harefa mengatakan, angka kerugian negara Rp 550 jura itu didapatkan berdasarkan perhitungan yang dilakukan inspektorat.
“Inspektorat melakukan pemeriksaan dan penghitungan dugaan kerugian keuangan negara dengan nilai Rp 550 juta dengan kurun waktu 2021-2022,” ujar Cahya dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Selasa (27/6/2023).
Cahya mengungkapkan, dugaan korupsi itu terjadi di lingkup bidang kerja administrasi. Ia dilaporkan oleh atasan dan pegawai lain yang masih satu tim kerja dengannya.
Mereka mengeluhkan proses administrasi yang berlarut dan ‘menilap' uang perjalanan dinas.
“Dengan keluhan adanya proses administrasi yang berlarut dan potongan uang perjalanan dinas yang dilakukan oleh oknum tersebut kepada pegawai KPK,” tutur Cahya.
Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti pihak Inspektorat KPK yang menjalankan fungsi pengawasan internal.
Berbekal dugaan kerugian negara Rp 550 juta itu, oknum pegawai KPK ini kemudian dilaporkan ke Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Ia juga dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
“Bersamaan dengan proses tersebut oknum sudah dibebastugaskan untuk memudahkan proses pemeriksaannya,” kata Cahya.
Sebagai informasi, belakangan KPK tengah disorot karena kasus dugaan suap, gratifikasi, atau pemerasan terhadap tahanan korupsi.
Kasus itu terungkap saat Dewas KPK memeriksa dugaan pelanggaran etik petugas rumah tahanan (Rutan) KPK berinisial M kepada istri tahanan KPK.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya tidak hanya mendalami dugaan korupsi di rutan KPK.
Lembaga antirasuah, kata Alex, juga menyatakan “bersih-bersih”, menindak penyelewengan yang mungkin terjadi di unit lainnya.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/28/20340391/kpk-diminta-jelaskan-modus-dugaan-penilapan-uang-rp-550-juta-yang-dilakukan