PIDIE, KOMPAS.com - Pemerintah melaksanakan kick off program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu. Kick off digelar di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah sebenarnya telah mengupayakan menempuh jalur yudisial untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Namun, ucap Mahfud, jalur tersebut mendapat banyak hambatan.
“Upaya membawa pelanggaran HAM berat masa lalu itu selalu gagal dibuktikan di pengadilan, sehingga dari empat peristiwa dengan 35 terdakwa yang diajukan ke pengadilan, semuanya pada akhirnya dibebaskan oleh pengadilan,” kata Mahfud dalam sambutannya, Selasa.
Empat kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah dibawa ke pengadilan, antara lain kasus Tanjung Priok 1984, Timor Timur 1999, Abepura 2000, dan Paniai 2014.
Mahfud menyebutkan, masalah pembuktian berdasarkan hukum acara pidana sangat sulit dipenuhi.
Sementara itu, upaya membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) juga kandas.
“Karena Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 yang dibuat oleh pemerintah bersama DPR dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dan menghadapi banyak hambatan yang rumit untuk membuat UU KKR yang baru,” kata Mahfud.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan dan langkah-langkah pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu melalui Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu atau biasa disebut tim PPHAM.
“Itu lah sebabnya daripada berdiam diri dan menunggu selesainya kerumitan-kerumitan,” kata Mahfud.
Adapun Presiden Jokowi baru saja meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di Rumah Geudong, pada Selasa ini.
Peluncuran dihadiri secara langsung maupun virtual oleh para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Menurut Jokowi, penyelesaian secara non-yudisial itu bertujuan memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM.
Selain itu, untuk memberikan atensi kepada para korban dan keluarga korban.
"Pada hari ini kita berkumpul secara langsung maupun virtual di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran ham berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi korban dan keluarga korban," kata Jokowi.
"Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju," ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan, pada Januari 2023, ia telah memutuskan bahwa pemerintah menempuh penyelesaian non-yudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.
Kepala Negara pun menyatakan bahwa peluncuran program menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan pernah terulang kembali pada masa datang.
Adapun 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang dimaksud antara lain:
1. Peristiwa 1965-1966.
2. Peristiwa Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985.
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989.
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989.
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999.
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999.
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999.
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002.
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003.
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/27/14372261/mahfud-pelanggaran-ham-berat-masa-lalu-selalu-gagal-dibuktikan-di-pengadilan