JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan menentukan sistem pemilu dalam sidang pembacaan putusan besok, Kamis (15/6/2023).
Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, berkeyakinan bahwa Mahkamah hanya akan memberi rambu-rambu konstitusional untuk menjadi acuan para pembentuk undang-undang jika hendak menentukan sistem pemilu ke depan.
"Kita sih masih yakin ya sampai hari ini Mahkamah Konstitusi tidak akan mungkin masuk kepada putusan yang mengatakan bahwa sistem proporsional tertutup yang paling konstitusional atau terbuka yang paling konstitusional," kata Fadli kepada wartawan, Selasa (13/6/2023).
Sebelumnya, sebagai pihak terkait dalam perkara yang bakal diputus 9 hakim konstitusi ini, Perludem sudah menyampaikan bahwa akan ada implikasi serius apabila MK mengintervensi sistem pemilu.
Bukan hanya mengganggu tahapan pemilu yang sedang berjalan berdasarkan sistem proporsional daftar calon terbuka, intervensi MK dapat dianggap menentukan mana sistem pemilu yang konstitusional dan mana yang tidak.
Hal ini dipandang tidak relevan karena sistem pemilu yang diterapkan di suatu negara bisa saja berubah sesuai perkembangan keadaan.
Perludem, ujar Fadli, meyakini bahwa MK dalam memutus perkara ini akan meniru putusan perkara sejenis terkait pemilu serentak yang diputus pada 2018.
"MK hanya mengatakan kalau memilih pemilu serentak yang mana pembentuk undang-undang harus memilih yang memudahkan pemilih, memperhatikan beban penyelenggara pemilu dan lainnya," kata Fadli.
"(Dalam hal putusan besok) misalnya kalau memilih proporsional tertutup apa yang perlu diperhatikan. Memilih proporsional terbuka apa yang perlu diperhatikan," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan sidang pengucapan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 pada Kamis (15/6/2023).
Perkara ini adalah uji materil terkait pasal sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka. Gugatan ini menuai kontroversi.
Dikutip dari situs resmi MK, sidang pengucapan putusan ini dijadwalkan berlangsung pada pukul 09.30 WIB di lantai 2 gedung MK.
"Betul," ujar juru bicara MK Fajar Laksono kepada Kompas.com ketika dikonfirmasi pada Senin (12/6/2023).
Majelis hakim konstitusi sudah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menyusun putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 atau gugatan terkait pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka yang saat ini diterapkan Indonesia.
Sebelumnya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyebut bahwa perkara ini akan segera diputus.
"Kami akan segera menyelesaikan permohonan ini. Jadi, jangan dituduh juga nanti MK menunda segala macam, begitu," ujar Saldi, Selasa (23/5/2023).
Sebagai informasi, gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
Kontroversi dan sorotan mencuat ketika Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pada 29 Desember 2020 mengomentari adanya gugatan ini, yang belakangan ditafsirkan para elite politik sebagai bentuk dukungan KPU RI atas pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon tertutup.
Hasyim disanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akibat komentar ini. Sementara itu, sedikitnya 17 pihak, termasuk LSM kepemiluan hingga partai politik, mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam perkara ini.
Polemik timbul lagi setelah eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengeklaim mendapatkan informasi tepercaya bukan dari internal Mahkamah bahwa MK bakal memutuskan kembalinya sistem proporsional tertutup zaman Orde Baru.
Sementara itu, dari sisi tahapan pemilu, sejauh ini KPU RI telah melangsungkan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) sejak 1 Mei 2023 menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/14/06171801/mk-diyakini-tak-akan-ganti-sistem-pemilu-hanya-beri-batasan-mana-yang