JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat diprediksi tidak bakal meninggalkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) meski saat ini tengah didekati oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, meragukan jika Partai Demokrat bakal hengkang dari KPP jika sang Ketua Umum, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), tidak terpilih mendampingi bakal capres KPP, Anies Baswedan, sebagai bakal cawapres.
"Partai Demokrat tidak akan kemana-mana terlepas apakah nanti AHY akan menjadi cawapres Anies Baswedan atau tidak. Apabila Partai Demokrat berpindah koalisi maka ia akan sekadar menjadi follower dari koalisi telah terbentuk," kata Bawono saat dihubungi pada Senin (12/6/2023).
Bawono menilai, peran Demokrat di dalam KPP tidak bisa dianggap remeh atau sekadar pelengkap lantaran mereka terlibat merumuskan dan sudah meneken kontrak politik.
"Di Koalisi Perubahan ini Partai Demokrat bukanlah follower melainkan creator koalisi sejak awal bersama NasDem dan PKS," sambung Bawono.
Bawono menilai Demokrat justru bakal menuai kerugian jika hengkang dari KPP lantaran bisa dianggap pragmatis dan tidak setia dengan mitra koalisi.
Akan tetapi, kata Bawono, jika komunikasi antara Demokrat dan PDI-P yang tengah dijalin sekadar menjaga silaturahmi maka hal itu patut dipuji.
"Apabila kemesraan antara PDI Perjuangan dan Partai Demokrat nanti sekadar untuk memulihkan relasi politik kedua partai serta juga memulihkan relasi politik Mega-SBY akibat luka menjelang Pemilu 2004 lalu maka itu baik saja untuk dilakukan," ujar Bawono.
Di sisi lain, kondisi KPP saat ini tengah menghangat lantaran Partai Demokrat mendesak supaya bakal calon presiden yang mereka usung bersama Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera, Anies Baswedan, segera mengumumkan kandidat calon wakilnya.
KPP juga dianggap bersikap berseberangan dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Padahal Partai Nasdem merupakan salah satu pendukung pemerintahan saat ini.
Akan tetapi, Demokrat dan PKS memang memperlihatkan sikap sebagai oposisi.
Sedangkan Nasdem seolah tersisih dari pemerintahan lantaran yang pertama kali mengusung Anies. Sosok mantan gubernur DKI Jakarta itu kerap kali dianggap sebagai antitesis Jokowi.
PDI-P pun mulanya nampak enggan bekerja sama dengan Partai Demokrat menjelang Pemilu dan Pilpres. Apalagi setelah Demokrat berhimpun dengan Nasdem dan PKS di KPP.
Akan tetapi, kini situasi itu berbalik. PDI-P mulai main mata dengan Demokrat.
Puan bahkan dilaporkan bakal bertemu dengan AHY buat menjajaki peluang kerja sama politik itu.
“Nanti Mbak Puan akan bertemu dengan Mas AHY untuk melakukan dialog. Apalagi, untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara itu merupakan hal yang positif,” kata Hasto saat ditemui awak media di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (10/6/2023).
Sejurus dengan itu, sekjen kedua partai pun telah saling bertemu di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (11/6/2023).
Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengungkap, pertemuan dengan Hasto berlangsung hangat.
Kedua parpol sejauh ini masih menghormati pilihan politik masing-masing dalam Pilpres 2024.
“Walaupun kami sangat antusias membicarakan rencana pertemuan Mbak Puan dan Mas AHY, namun kami tetap menjaga etika politik dan saling menghormati posisi saat ini,” kata Riefky dalam keterangan tertulis.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/12/16151201/demokrat-bukan-figuran-di-koalisi-perubahan-dinilai-mustahil-berbelok-dukung