Salin Artikel

Tak Revisi Aturan yang Ancam Caleg Perempuan, KPU Dianggap Lebih Patuhi DPR daripada UU

Hal itu diungkapkan oleh Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang digawangi sejumlah peneliti, aktivis, LSM, serta mantan komisioner-komisioner lembaga penyelenggara pemilu.

Koalisi menegaskan bahwa aturan tersebut tidak selaras dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mensyaratkan keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen dalam daftar caleg.

Sementara itu, KPU RI yang awalnya berjanji akan merevisi aturan bermasalah itu justru tak kunjung melakukannya setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI meminta KPU RI tak merevisi apa pun soal peraturan pencalegan.

"Sekarang KPU apakah akan mengikuti tunduk pada DPR atau tunduk pada undang-undang? Sebagai lembaga mandiri kan sebaiknya tunduk pada undang-undang, tidak tunduk pada DPR," kata perwakilan koalisi dari Maju Perempuan Indonesia, Wahidah Suaib, pada Senin (5/6/2023).

"Pasal 22E UUD 1945 mengatakan bahwa penyelenggaran pemilu dilakukan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, terbuka, dan mandiri," lanjutnya.

Hari ini, Wahidah dkk melayangkan uji materi secara resmi ke Mahkamah Agung atas aturan yang tidak pro upaya afirmasi perempuan itu.

Uji materi ini diajukan dengan diwakili 5 pemohon, terdiri dari 2 badan hukum privat dan 3 perseorangan.

Dua badan privat itu yakni Perludem dan Koalisi Perempuan Indonesia.

Sementara itu, 3 orang pemohon lainnya adalah peneliti senior NETGRIT sekaligus mantan komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, pakar hukum kepemiluan UI sekaligus anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, serta perwakilan Maju Perempuan Indonesia sekaligus eks komisioner Bawaslu RI Wahidah Suaib.

Aktivis HAM sekaligus pendiri Institut Perempuan, Valentina Sagala, beserta eks komisioner KPU RI dan DKPP RI, Ida Budhiati, didapuk sebagai 2 orang ahli guna memperkuat dalil-dalil permohonan yang diajukan.

Wahidah menegaskan, rapat bersama DPR RI tidak mengikat. Hal itu juga merupakan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU/XIV/2016.

"Pilihannya jelas (untuk KPU). Kita ini terdiri dari 26 organisasi. Dorongan kepada KPU untuk mengubah Peraturan KPU ini sudah sangat masif. Kedua, mantan-mantan (komisioner) KPU juga turun. Ada Pak Hadar (Nafis Gumay), Bu Valentina (Sagala), Bu Ida Budhiati, Pak Ramlan (Surbakti), Bu Endang Sulastri, telah menyatakan bahwa ini tidak benar," ungkap Wahidah.

"Tinggal kemudian pilihannya kepada KPU. Mendengar DPR atau mengikuti undang-undang dan kelompok-kelompok pemerhati pemilu yang sudah sangat masif ini," lanjutnya.

Ketika ramai dikritik, KPU menggelar konferensi pers resmi bersama Bawaslu dan DKPP RI pada 10 Mei 2023.

Lewat awak media, KPU menyatakan bakal segera merevisi aturan bermasalah tersebut dan mengeklaim mendukung pemilu yang inklusif gender dan mendorong pemenuhan keterwakilan perempuan dalam proses ini.

KPU juga menyatakan bahwa proses konsultasi dengan DPR, sebagai tahapan yang harus dilalui ketika membentuk/mengubah aturan, bukan sesuatu yang bersifat dominasi dari parlemen.

Aturan baru KPU "potong" kuota perempuan

Sebelumnya diberitakan, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengonfirmasi bahwa pihaknya belum merevisi Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Dalam pasal itu, KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.

Sebagai misal, jika di suatu dapil terdapat 8 caleg, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.

Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.

Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hasyim mengklaim, KPU sudah berinisiatif untuk mengakomodir kepentingan keterwakilan perempuan, sekalipun ketentuan yang dipersoalkan belum direvisi.

Ia justru balik menyinggung angka keterwakilan perempuan di dalam pendaftaran calon anggota legislatif yang telah ditutup pada 14 Mei lalu, yang diklaim sudah melampaui target minimum 30 persen.

"18 partai yang daftar bakal calon di KPU, angka keterwakilan perempuannya sudah di atas batas minimal yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu 30 persen minimal keterwakilan perempuan," ucap dia.

Menyangkut tudingan bahwa lembaganya manut kepada DPR lebih daripada UU Pemilu, Hasyim belum merespons permintaan tanggapan Kompas.com hingga artikel ini disusun.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/05/21104761/tak-revisi-aturan-yang-ancam-caleg-perempuan-kpu-dianggap-lebih-patuhi-dpr

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke