Salin Artikel

IM57+ Pertanyakan Agenda di Balik Keinginan Nurul Ghufron Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Keinginan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun, dipertanyakan.

Sebab, menurut Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha, keinginan Ghufron memperpanjang masa jabatan ini tidak pernah disampaikan ke publik sebelumnya.

Untuk diketahui, IM57+ Institute merupakan organisasi yang diisi oleh mantan karyawan KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

“Kami mempertanyakan terdapat agenda apakah yang tersembunyi? Perpanjangan ini dilakukan secara tersembunyi tanpa adanya publikasi?” kata Praswad kepada Kompas.com, Selasa (16/5/2023).

“Nurul Ghufron tidak pernah menyampaikan kepada publik secara terbuka (permohonan perpanjangan masa jabaran pimpinan KPK) selain dalam perbaikan permohonan dalam proses persidangan,” ucapnya.

Diketahui, Nurul Ghufron tengah mangajukan judicial review (JR) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 29 (e) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang 30 Tahun 2002 (UU KPK).

Dalam uji materi tersebut, terdapat permohonan perpanjangan masa jabatan yang awalnya 4 tahun menjadi 5 tahun yang disisipkan dalam perbaikan permohonan mengenai batas umur minimal Pimpinan KPK.

Praswad berpandangan, perpanjangan masa jabatan yang diajukan Nurul Ghufron dilakukan pada saat akan diselenggarakan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Sehingga, menurut dia, wajar jika publik mempertanyakan alasan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK yang tengah diperjuangkan oleh Wakil Ketua KPK itu..

“Jangan sampai dugaan digunakanannya KPK sebagai alat politik semakin terverifikasi melalui upaya sistematis ini termasuk perpanjangan masa jabatan,” kata Praswad.

Mantan Penyidik KPK ini menilai, perpanjangan masa jabatan yang tengah diuji di MK bukan hanya menguntungkan Nurul Ghufron tetapi seluruh pimpinan KPK, termasuk Firli Bahuri.

Fakta ini, kata Praswad, tidak bisa dipisahkan dari beberapa rangkaian peristiwa mulai tes wawasan kebangsaan (TWK) sampai dengan dugaan rekayasa kasus di KPK yang kini dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK maupun Kepolisian.

“Menjadi relevan untuk dipertanyakan siapakah sebenarnya yang mempunyai agenda ini?” tuturnya.

Selain itu, ia berpandangan, KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri tidak memiliki prestasi, yang menurutnya patut mendukung dan melegitimasi bahwa jabatan pimpinan KPK harus diperpanjang.

Bahkan, ia mengatakan, KPK justru diwarnai banyak kontroversi akhir-akhir ini, di samping kualitas dan kuantitas kasus rasuah yang ditangani KPK menurun.

“Tidak ada prestasi yang dihasilkan oleh KPK, justru harusnya Pimpinan KPK bermasalah diberhentikan sejak dahulu,” lanjut Praswad.

Terakhir, IM57+ Institus memandang, perpanjangan masa jabatan juga berpotensi menghasilkan tindakan korup lantaran telah merawat nafsu untuk terus berkuasa.

Berbagai upaya tersebut harus dilihat dari kacamata yang luas termasuk agenda di baliknya.

“Design masa jabatan Komisioner KPK hanya selama 4 tahun membawa pesan filosofis bahwa KPK bersifat independen dan berbeda dengan masa jabatan Eksekutif, baik Presiden, Gubernur, maupun Bupati yang menjabat selama 5 tahun,” kata Praswad.

“Jangan sampai semangat pemberantasan korupsi dan pembatasan kekuasaan yang menjadi ciri khas KPK sebagai anak kandung Reformasi terus dikikis dengan nafsu segelintir orang yang secara brutal ingin memperpanjang kekuasaan,” tuturnya.

Sebagai informasi, masa jabatan pimpinan KPK saat ini adalah 4 tahun. Atas aturan itu, Nurul Ghufron ingin masa jabatan KPK disamakan dengan 12 negara non kementerian lainnya.

Permintaan tersebut juga tertuang dalam judicial review yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi pada akhir 2022.

"Saya meminta keadilan sesuai UUD 45 Pasal 27 dan Pasal 28 D, agar masa jabatan pimpinan KPK disamakan dengan 12 lembaga negara non kementerian lainnya," kata Nurul Ghufron kepada Kompas.com, Selasa pagi.

Awalnya, Nurul Ghufron mengajukan judicial review terhadap Pasal 29 Huruf e UU 19 Tahun 2019 tentang KPK, terkait persyaratan usia minimal pimpinan KPK 50 tahun. Ia kemudian menambah obyek judicial review terkait masa jabatan pimpinan KPK.

"Setelah memasuki proses pemeriksaan dan perbaikan saya menambahkan obyek JR yaitu pasal 34 UU 30/2002 jo UU 19/2019 tentang masa periode pimpinan KPK yang ditentukan 4 tahun," ungkapnya.

Dia menyampaikan, sebagaimana dalam Pasal 7 UUD 1945, masa pemerintahan di Indonesia adalah 5 tahunan. Oleh karena itu, menurutnya, semestinya seluruh periodisasi masa pemerintahan adalah 5 tahun.

Hal ini sama dengan 12 lembaga negara non kementerian (auxiliary state body) di antaranya, Komnas HAM, Ombudsman RI, Komisi Yudisial, KPU, Bawaslu dan lain-lain.

"Karenanya, masa jabatan 4 tahun akan melanggar prinsip keadilan sebagaimana Pasal 27 dan pasal 28D UUD 1945 jika tidak diperbaiki atau disamakan," jelasnya.

Saat ini, Nurul Ghufron tengah menunggu pembacaan keputusan setelah melalui beberapa proses sidang.

"Proses sidang keterangan dari DPR dan presiden sudah, pembuktian ahli sudah, dan juga sudah kesimpulan. Saat ini kami sedang menunggu pembacaan keputusan. Kami tidak tahu kapan putusan akan dibacakan menunggu jadwal dari kepaniteraan MK," ungkapnya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/05/16/17052671/im57-pertanyakan-agenda-di-balik-keinginan-nurul-ghufron-perpanjang-masa

Terkini Lainnya

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

Nasional
Segini Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Segini Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Nasional
Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Nasional
Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Nasional
Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Nasional
MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

Nasional
Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Nasional
Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Nasional
Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Nasional
PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

Nasional
SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Nasional
Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Nasional
Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke