Salin Artikel

AJI dan LBH Pers Serukan Kasus Klaim Hak Cipta Penggunaan Video Lembaga Publik Tak Terulang

Lembaga publik harus memastikan materi visual yang dipakai untuk kepentingan publik dipastikan aman dari sisi hak cipta. Agar kelak jika digunakan oleh media massa, tak ada gugatan dari pihak ketiga di kemudian hari. 

Desakan AJI Indonesia dan LBH Pers tersebut terkait dengan kunjungan Redaksi KompasTV ke Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia di Jakarta pada Rabu (9/5/2023).

Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito, dan Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin, dalam siaran pers bersama yang diterima Kompas.com, Sabtu (13/5/2023), memaparkan, kunjungan KompasTV tersebut terkait persoalan yang sedang dihadapi oleh KompasTV dan Kompas.com. 

Pemimpin Redaksi KompasTV, Rosianna Silalahi, dalam kesempatan kunjungan ke Sekretariat AJI Indonesia saat itu menyampaikan, KompasTV dan Kompas.com menerima dua tuntutan klaim hak cipta video Youtube (YouTube copyright strike) oleh seorang youtuber (content creator). 

Dalam aturan yang sangat ditakuti di dunia Youtube, jika sebuah kanal mendapatkan YouTube copyright strike hingga tiga kali, maka pihak Youtube akan menutup kanal dan menghapus seluruh video di kanal tersebut, termasuk kanal resmi sebuah media massa.

Dalam siaran pers bersama dari AJI Indonesia dan LBH Pers tersebut disebutkan, tuntutan itu terjadi setelah kedua media tersebut mengunggah pemberitaan tentang utang KCIC yang membengkak Rp 8,5 triliun. Materi visual berita diambil dari akun Youtube resmi PT KCIC.

Sebagai tambahan informasi, untuk kepentingan editoria, media massa berhak menayangkan materi resmi yang bersifat publik dari sebuah lembaga yang berurusan dengan kepentingan publik. PT KCIC adalah sebuah konsorsium antarnegara yang mengurusi transportasi berkaitan dengan kepentingan publik.  

Namun, kemudian seorang youtuber melalui pengacaranya, mengajukan YouTube copyright strike dan secara bersamaan meminta KompasTV membayar klaim hak cipta atas seluruh video yang dipakai, yang jika ditotal mencapai Rp 1,3 miliar. Menurut KompasTV, tuntutan klaim ini diketahui PT KCIC.

Padahal visual dari PT KCIC yang dipersoalkan youtuber tersebut pernah digunakan membuat berita tentang proyek kereta api cepat, dan diputar di sela perhelatan G20 pada bulan November 2022. Saat itu, penggunaan materi visual KCIC tidak dipersoalkan.

Melihat kasus ini, AJI Indonesia dan LBH Pers menilai tuntutan klaim hak cipta video Youtube (YouTube copyright strike) merupakan upaya untuk membungkam kerja-kerja media massa, terutama dalam kasus ini Kompas TV dan Kompas.com.

"Sebab, konten video dari youtube yang kemudian dipublikasikan di kanal PT KCIC, merupakan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik sehingga harus diketahui oleh publik," demikian keterangan dalam siaran pers tersebut. 

PT KCIC merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd.

Proyek dari perusahaan ini yaitu Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah Indonesia. Artinya, publik berhak untuk tahu tentang perkembangan yang terjadi di PT KCIC.

"Di sisi lain, KompasTV dan Kompas.com yang menjadi bagian dari pers nasional memiliki fungsi kontrol sosial sehingga berkewajiban untuk mengawasi penggunaan uang publik di PT KCIC," demikian penekanan dari Sasmito dan Ade Wahyudin.

Hal ini sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Pers. Karena itu, perusahaan atau masyarakat sudah semestinya tidak boleh membatasi pers dalam menjalankan fungsi kontrolnya.

Jangan sampai terulang

Atas dasar itu, AJI Indonesia dan LBH Pers menyampaikan dua desakan yang diharapkan bisa menjadi pembelajaran untuk lembaga-lembaga yang bekerja untuk publik seperti PT KCIC, dengan harapan agar kasus serupa tak terulang lagi. 

Pertama,  PT KCIC atau badan publik lainnya agar menjamin informasi di website atau akun YouTube milik badan publik aman untuk digunakan oleh pers sehingga fungsi kebebasan pers tidak terhambat oleh gugatan-gugatan yang tidak perlu dari pihak ketiga.

Gugatan-gugatan tersebut dapat menghambat kerja-kerja jurnalistik dan merugikan publik karena berpotensi menghilangkan fungsi kontrol sosial pers. Bahkan, gugatan tersebut bisa membunuh kanal Youtube resmi media massa yang menjadi andalan distribusi konten jurnalistik di era saat ini. 

Kedua, perusahaan atau warga masyarakat yang merasa dirugikan pemberitaan agar menempuh mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers. Di antaranya meminta hak koreksi, hak jawab, ataupun melapor ke Dewan Pers.

Audiensi dengan para pihak

Secara terpisah, dalam siaran pers yang diterima Kompas.com dari KompasTV, disebutkan KompasTV telah mengadakan audiensi dengan sejumlah pemangku kepentingan pers di Indonesia.

Dimulai dengan Forum Pemred (Jumat, 5/5/2023) berlanjut dengan AJI Indonesia (Rabu, 9/5/2023) dan di hari Kamis (10/5/2023) bertemu Ketua Dewan Pers di Gedung Dewan Pers Jakarta.

"Audiensi terkait isu kemerdekaan pers dan upaya bersama menjaga kualitas jurnalistik di Indonesia," kata Rosianna Silalahi, Pemimpin Redaksi KompasTV.

Rosianna menuturkan bahwa inisiatif bertemu dan berdiskusi tentang apa yang dialami KompasTV terkait pemberitaan proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dengan Forum Pemred, AJI dan Dewan Pers adalah bentuk tanggung jawab moril redaksi KompasTV.

Terkait kasus klaim hak cipta yang diajukan seorang youuber, sejak pertengahan April 2023 segala upaya untuk menyelesaikan persoalan telah dilakukan termasuk membuka komunikasi dengan pihak PT KCIC dan youtuber.

Kini, kasus terkait Youtube copyright strike dan ancaman gugatan hak cipta sudah berhasil diselesaikan. 

“Sebetulnya urusan kami sudah selesai. Akun Youtube KompasTV juga sudah tidak dalam ancaman hangus. Tapi kami melihat ke depannya ada potensi ancaman terhadap kebebasan pers gaya baru dengan menggunakan global platform dalam hal ini Youtube," kata Rosianna. Begitu pula dengan akun Kompas.com, kini juga sudah tak ada persoalan dengan Youtube copyright strike.

"Menurut kami, ini harus menjadi perhatian bersama demi menjaga kemerdekaan pers di era digital. Hari ini menimpa Redaksi KompasTV, bukan tidak mungkin bisa terjadi di ruang redaksi lain di kemudian hari,” jelas Rosianna.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyesalkan apa yang dialami KompasTV dan Kompas.com. Seharusnya segala hal terkait sengketa berita diselesaikan sesuai dengan ketentuan undang undang. Apalagi, dalam kasus ini, pihak KompasTV dan Kompas.com menggunakan materi visual resmi dari kanal resmi milik lembaga yang berususan dengan publik. 

Ninik menambahkan Dewan Pers sudah membuat regulasi untuk menghadapi era digital khususnya terkait pers.

“Sesuai peraturan Dewan Pers, jika ada konflik pemberitaan yang didistribusikan di media sosial, itu masuk dalam wilayah mediasi dan penyelesaiannya oleh Dewan Pers," kata Ninik.

Jadi, jika ada pemberitaan oleh perusahaan pers dan didistribusikan ke media sosial dan kemudian menjadi konflik oleh pihak ketiga, kata Ninik, silahkan datang ke Dewan Pers untuk mediasi.

"Jangan ada penyelesaian dengan cara cara meminta pembayaran sejumlah uang dan sebagainya jika itu konflik pemberitaan, penyelesaiannya adalah dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas Ninik.

Senada dengan Ketua Dewan Pers, Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad menilai, kasus ini harus menjadi perhatian dan perlu ada upaya bersama dari para pemangku kepentingan Pers Indonesia agar hal serupa tidak terjadi.

“Harus ada antisipasi agar tidak mengusik kebebasan pers di Tanah Air,”ujar Arifin.

https://nasional.kompas.com/read/2023/05/13/19503201/aji-dan-lbh-pers-serukan-kasus-klaim-hak-cipta-penggunaan-video-lembaga

Terkini Lainnya

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke